TANJUNG REDEB – Cerita Mayanda Widyantari jatuh bangun merintis bisnis hairdressing di Berau Kaltim.
Nama Mayanda Widyantari sudah tidak asing di dunia kecantikan rambut di Berau. Pemilik May Hairstudio ini menceritakan, jatuh bangun merintis bisnis hairdressing.
Diketahui May Hairstudio adalah salon yang lahir dari perjalanan panjang penuh perjuangan, jatuh bangun, hingga akhirnya mampu berdiri kokoh dan siap membuka cabang baru.
Desember 2012 menjadi awal langkah Maya, sapaan akrabnya. Saat itu ia memilih masuk sekolah hairdressing di Surabaya. Keputusan itu lahir setelah mendapat pilihan dari orang tua.
Awalnya sempat ditawari sekolah kuliner di Bogasari, tetapi ia sadar tidak punya passion memasak. Padahal, sejak kecil ia justru bercita-cita menjadi seorang pengacara.
“Dulu cita-citaku pengen jadi pengacara. Tapi ternyata jalannya berbeda, aku harus jadi hairdresser. Dan aku nggak pernah menyesal, karena aku percaya ini memang takdirku,” ungkap Mayanda Widyantari.
Selama satu setengah tahun ia belajar dasar hingga teknik lanjutan. Dari situ tumbuh tekad kuat, suatu saat ia harus punya salon sendiri.
Namun, membuka salon bukan perkara mudah, Mayanda Widyantari sadar butuh fondasi yang kuat dan pengalaman. “Setelah lulus orang tua menyarankan untuk bekerja dulu di salon besar biar dapat pengalaman,” ujarnya.

Lulus sekolah, ia bergabung dengan jaringan salon besar Johnny Andrean, sempat bekerja di Balikpapan, lalu pindah ke Samarinda. Namun, kenyataan dunia kerja membuatnya harus belajar lebih keras.
“Di sekolah kelihatan gampang. Pas kerja, ternyata mental dihajar habis-habisan. Customer macam-macam, ada yang enak, ada yang bikin pusing,” katanya.
Meski berat, pengalaman itu membentuk mental Maya. Ia mulai melihat bahwa pekerjaan bukan sekadar jasa, tapi juga seni.
Dari Johnny Andrean hingga Tokyo Salon Big Mall Samarinda, ia menghabiskan empat tahun. Di situlah ia belajar tentang teknik, karakter pelanggan, hingga brand profesional seperti L’Oreal.
“Aku jadi paham, kerja di salon itu bukan cuma jasa, tapi seni. Karya kita ada di kepala customer,” imbuhnya.
Kemudian ia mendapatkan tawaran pulang ke Berau dari sebuah salon besar. Ia dijanjikan posisi yang penting, bahkan gajinya naik dua kali lipat. Namun karena masalah internal ia memilih keluar.
Setelah sempat menganggur, teman dekatnya meminta jasa pewarnaan rambut—warna abu-abu yang saat itu sedang tren, tapi di Berau belum ada yang bisa mengerjakan. Dari situ, permintaan demi permintaan berdatangan.

“Awalnya aku minder karena biasanya di salon tapi ini harus home service, tapi karena responnya positif jadi aku terusin aja,” jelasnya.
Ia mulai menerima panggilan home service, lalu memberanikan diri membuka salon kecil di kamar ukuran 4×3 meter dengan modal Rp 80 juta.
“Aku mulai dari dua cermin dan satu wastafel. Usia masih 22 tahun. Awalnya minder, tapi respon orang bagus. Dari situ aku yakin harus jalan terus,” tutur Mayanda Widyantari.
Sekitar tahun 2016 sampai 2017, Mayanda Widyantari berhasil membuka salon tanpa papan nama. Namun berkat branding lewat media sosial, pelanggan terus mencari.
“Aku percaya, kalau branding kuat, orang bakal nyari kita, meskipun tempatnya nyempil. Dan nama May hairstudio itu aku kepikiran spontan dari namaku untuk buat nama akun Instagram. Dari situ aku mulai dikenal,” jelasnya.
Kini, May Hairstudio telah berkembang dengan lima karyawan yang ia bina secara langsung. Baginya, mereka bukan sekadar pekerja melainkan calon profesional yang harus menguasai skill seperti dirinya.
“Aku pengen di setiap cabang nanti dipimpin sama leader yang punya keahlian sama kaya aku, karena goals ku adalah menjadi leader yang bisa menciptakan leader,” tegasnya.
Tak puas hanya dengan satu tempat, Mayanda Widyantari kini bersiap membuka cabang baru. “Buatku, kualitas harus nomor satu. Makanya tim yang aku siapkan benar-benar aku latih sendiri, biar hasilnya tetap selevel,” lanjutnya.
Dirinya juga ingin mengubah stigma bahwa bekerja di salon tidak punya masa depan. Di May Hairstudio, setiap karyawan mendapatkan kesempatan untuk belajar, berkembang, bahkan berkarier panjang di dunia hairdressing.
“Mereka engga cuman bekerja tapi juga sekolah. Aku maunya mereka punya bekal, bukan cuma jadi asisten,” tuturnya.
Prestasi Mayanda Widyantari tak hanya tercermin dari kursi-kursi yang penuh pelanggan. Ia juga berhasil menorehkan pencapaian besar—menjadi penjual produk L’Oréal terbanyak di Kalimantan Timur, bersama Inne Salon dari Berau. Kesuksesan itu membawanya ke Taiwan, tempat ia mendapat pelatihan dan wawasan baru di level internasional.
“Seneng banget bisa terus update ilmu, selain ke Taiwan aku juga belajar ke Korea dan beberapa negara lainnya,” ucapnya dengan mata berbinar.
Bagi Mayanda Widyantari, gunting dan cat rambut bukan sekadar alat bekerja. Itu adalah media untuk berkarya, membuka jalan, dan memberi masa depan bagi banyak orang. Dari sebuah kamar kecil, kini ia bermimpi membangun May Hairstudio yang memiliki cabang di seluruh Indonesia.
“Ini bukan cuman soal bangunan yang besar tapi dari seberapa banyak orang yang tumbuh bersama di dalamnya,” tutupnya. (*)