Sangatta – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kutai Timur (Kutim), Yan, menyoroti fenomena perundungan yang semakin sering terjadi di sekolah-sekolah. Ia menegaskan bahwa isu ini harus ditangani dengan bijak, mengingat lingkungan pendidikan seharusnya menjadi tempat yang aman dan mendukung proses belajar anak-anak.
Menurut Yan, perundungan di sekolah tidak terlepas dari kekurangan dalam sistem pendidikan yang ada saat ini. Ia menilai bahwa perbaikan dalam sistem tersebut sangat diperlukan untuk mengatasi masalah ini secara efektif.
“Kita tidak bisa menyalahkan satu pihak. Fenomena ini ada keterkaitan dengan sistem yang ada,” ujarnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa perundungan, termasuk kasus yang memerlukan perawatan medis, sudah terjadi di Kutim. Salah satu contohnya adalah insiden di Muara Wahau, di mana korban harus dirawat di rumah sakit akibat dipukul oleh teman sekelasnya.
“Bully ini makin marak, tidak usah jauh-jauh, kemarin di Muara Wahau juga ada. Korbannya dirawat di RS, dia dipukul oleh temannya sendiri,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Yan juga mengkritik praktik di beberapa sekolah yang cenderung menutupi kejadian perundungan. Menurutnya, ini adalah salah satu kelemahan dalam sistem pendidikan yang perlu diperbaiki untuk meminimalisir tindakan perundungan.
“Ini marak terjadi dan yang saya kritik adalah banyak sekolah yang masih mau menutupi itu, jadi ini salah satu kelemahan kita. Seharusnya menyikapi hal-hal seperti itu, kita harus kompak mendidik anak-anak kita,” tegasnya.
Politisi dari Partai Gerindra ini juga menyebutkan beberapa faktor yang berkontribusi terhadap perundungan, termasuk cara mendidik guru yang dianggap lembek dan adanya kekhawatiran pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) jika guru bersikap tegas. Selain itu, penggunaan smartphone juga dianggap berperan dalam mempengaruhi perilaku anak.
“Ini mungkin salah satu yang ikut mempengaruhi, bahwa pelanggaran HAM ketika guru itu mendidik, melatih anak-anak kita yang dianggap kasar atau dianggap melewati kebiasaan. Sehingga saya lihat kecenderungan anak-anak untuk anarkis ini tinggi. Mungkin ada juga faktor gadget yang dilihat,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa perundungan tidak hanya terjadi secara fisik tetapi juga verbal.
“Untuk itu, kita harus bersama-sama mengatasi permasalahan ini. Kejadian ini memang marak di sekolah-sekolah yang ada. Itu baru, secara fisik, belum yang secara verbal, menggunakan bahasa-bahasa kasar. Dan ini suatu gejala yang memang harus kita atasi bersama ke depan,” pungkasnya. (adv)