TANJUNG REDEB – Penanganan stunting di Berau, menurut Anggota Komisi I DPRD Berau, masih sebatas sosialisasi saja. Namun perlu aksi nyata.
Dijelaskan Rudi, stunting di Berau masih menjadi momok. Padahal anggaran yang digelontorkan Pemerintah Republik Indonesia cukup besar dan sudah menjadi agenda nasional untuk mengentaskan stunting.
Namun Berau menurut Rudi, merupakan kabupaten kaya. Masalah stunting sulit untuk ditangani. “Selama ini saya diam, bukan berarti tidak peduli. Saya hanya menunggu momen. Saya lihat hanya sosialisasi, usai sosialisasi sudah selesai, tidak ada tindak lanjut,” ujarnya.
Ia menambahkan, apakah OPD terkait memiliki data, berapa jumlah ibu hamil, berapa bayi usia sebelum 1000 hari. Hal ini perlu menjadi perhatian serius. Agar masalah stunting, tidak hanya sosialisasi saja. Tapi ada aksi nyata.
Ia mencontohkan, jika hanya berbicara penanganan tapi tanpa data, semua akan sia-sia. “Menurut saya, sia-sia saja. Kan stunting itu bicara data, belum lagi masalah pernikahan dini. Penanganannya, pemberian pemahaman, pemberian gizi,” tegasnya.
Ia mengatakan, dengan komitmen antara bupati, DPRD dan kepala kampung, untuk memanfaatkan anggaran dana kampung (ADK) untuk masalah stunting. Hal ini menurutnya bisa dientaskan.
Masalah stunting bukan hanya menjadi masalah sekarang, namun ke depan, bisa berpengaruh pada suatu daerah. “ADK tentu bisa dialihkan untuk penanganannya. Asal ada komitmen,” tuturnya.
Dilanjutkan Rudi, pencegahan stunting terbaik sebaiknya dilakukan pada masa awal kehamilan. Orang tua disarankan untuk mulai menerapkan pola makan seimbang dan gaya hidup sehat sedini mungkin.
Dari awal masa kehamilan, pencegahan stunting dapat dilakukan dengan meningkatkan asupan zat besi dan asam folat untuk ibu. “Kader posyandu juga harus aktif. Buat data dan laporan, berapa jumlah ibu hamil dan lainnya,” ungkapnya.
Ia meminta bupati tegas, jangan hanya berbicara sosialisasi tapi anggarkan untuk kader posyandu memenuhi kebutuhan ibu hamil. Selain itu, pemberian pemahaman juga wajib dilakukan, untuk ibu di bawah umur yang menikah karena keadaan.
“Pernikahan dini bisa menjadi salah satu penyebabnya. Karena usia menjaga anak belum terpenuhi. Makanya pemerintah membatasi usia pernikahan,” tutupnya. (adv)
reporter: Diva