Foto: Aktivitas pedagang cabai di pasar Sanggam Adji Dilayas
TANJUNG REDEB, – Belum usai persoalan minyak goreng, masyarakat kini dihadapkan dengan persoalan lain. Harga cabai rawit lokal di pasaran kini melonjak drastis. Tercatat, hingga pekan kedua di bulan Maret harga cabai rawit lokal sudah menyentuh angka Rp 120 ribu perkilogram.
Menurut pedagang,kenaikan ini terjadi lantaran kebutuhan cabai rawit lokal tak sebanding dengan hasil panen dari petani lokal. Sehingga kenaikan cabai ini tak terhindarkan.
“Sudah sejak akhir Februari malai naik pelan-pelan sampai sekarang sudah di angka Rp 120 ribu per kilo,”ucap siti salah satu pedagang Pasar Sanggam Adji dilayas, Senin (14/03/2022).
Normalnya, harga cabai rawit hanya di harga 60-70 ribu rupiah, akibat kenaikan ini ia tak berani melakukan stok terlalu banyak. Ia khawatir kerugian akan terus terjadi bila cabai tak laku terjual.
Sejumlah cara juga telah dilakukan, salah satunya dengan membeli cabai rawit dari Samarinda, namun kualitasnya yang rendah cabai dari Samarinda itu kurang peminat.
“Ada juga cabai dari Samarinda harganya selisih 20 ribu yakni Rp 100 ribu perkilo. Karena harga yang tinggi setiap hari cuman berani stok maksimal 10 kilo untuk dijual. Soalnya warga banyak belinya satu on atau Rp 5 ribu aja,”jelasnya.
Bukan hanya menyebabkan para pedagang sayur resah, kenaikan ini juga dikeluhkan para pembeli. Baidah misalnya, tingginya harga cabai rawit di pasar kini memaksa ia harus memutar otak untuk berhemat agar anggaran rumah tangga tidak membengkak.
“beli 10 ribu aja, tapi namanya pembeli mau tidak mau harus terima. Jadi agar cukup belinya dicicil dikit- dikit 5 ribu atau 10 ribu,”ujarnya.
Baidah pun berharap sejumlah persoalan yang akhir akhir ini dianggapnya cukup merugikan warga bisa segera teratasi. Diantaranya persoalan minyak goreng dan kenaikan harga cabai, apalagi ini menjelang ramadhan.
“Semoga cepat ditangani biar kami sebagai warga kecil tidak tersiksa dengan naiknya harga-harga di pasaran, apalagi sampai langka seperti minyak kami yang sakit,”tutupnya.(*)
Editor: Rengkuh