Foto: Anggota Komisi III DPRD Berau Suryadi Marzuki
TANJUNG REDEB – Dunia olahraga di Bumi Batiwakkal kembali geger. Sebab, terdapat banyak atlet daerah Berau memilih untuk hengkang dan memilih daerah lain yang masih satu daratan Borneo. Fenomena itu pun curi perhatian legislator daerah.
Saat bertemu dengan awak media, Anggota Komisi III DPRD Berau Suryadi Marzuki, menyatakan bila kondisi dunia olahraga di Berau memang carut marut. Sebab, para pengambil kebijakan, pengelola anggaran hingga penerima anggaran diisi oleh para pelaku yang tak mengetahui benar kebutuhan para atlet.
Menurut dia, banyaknya atlet yang tak lagi membela Berau dalam bidang olahraga, dilatari kesejahteraan yang tidak mampu dijawab oleh daerah. Sehingga, tak jarang para atlet mencari peluang dan kesempatan lain untuk berkarir.
“Jelas harus ada jaminan kesejahteraan. Sejatinya atlet butuh kepastian itu,” kata Suryadi, Kamis (5/10/2023).
Dia menjelaskan, bila para pengurus mulai dari cabang olahraga alias cabor, kemudian Komite Olahraga Nasional Indonesia atau KONI, hingga dinas pemangku kebijakan alias Dispora Berau, tak memiliki pengalaman dalam untuk dunia olahraga. Sehingga, kesejahteraan atlet masih kerap dinomorduakan.
Politisi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan tersebut, bahkan sempat membuat para pemangku kebijakan berang dengan melempar komentar soal ‘Peternak Cabor’.
Istilah itu yang dia sematkan, dalam menggambarkan situasi pengelolaan cabang olahraga yang ada saat ini. Dia bilang, dalam beberapa kasus terdapat cabor yang hanya diisi oleh kolega ketua cabor. Baik itu anak, istri hingga keluarga terdekat lainnya.
“Kalau begitu modelnya, siklus olahraga tak akan bisa berkembang sesuai harapan. Tidak akan ada regenerasi yang bisa meneruskan pencarian prestasi setiap cabor,” ucap dia tegas.
Ihwal kesejahteraan atlet, dia menegaskan bila era dahulu pada awal 2000-an, pemerintah berani menjamin bonus event bagi atlet. Bahkan menyiapkan bonus tahunan bagi para atlet. Bonus tersebut diberikan sesuai dengan akumulasi medali yang diraih atlet dalam satu tahun.
Selain itu, pemerintah juga menjamin setiap atlet untuk dapat bekerja. Baik di lingkup pemerintahan maupun perusahaan swasta. Melalui jalur prestasi yang diraih oleh atlet.
“Kalau dulu bonus atlet itu berjalan. Ada yang dirasakan. Kita bisa menjamin atlet untuk bertahan,” beber dia.
Dia pun bercerita, kala dirinya masih menjabat sebagai ketua cabor Wushu di Berau. Saat itu dirinya siap untuk menjamin keberangkatan hingga konsumsi atlet dan pelatih. Menggunakan anggaran pribadi, yang tak diharapkan bisa kembali.
Menurut dia lagi, seharusnya sikap tersebut diwujudkan oleh para ketua cabor di Berau. Meskipun tidak ada jaminan uang yang dikeluarkan bisa kembali ke kantong pribadi.
“Memang harus berani berkorban. Ini demi kemajuan dunia olahraga kita,” ujar pria yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua IV Pengprov Wushu Indonesia (WI) Kaltim.
Belajar dari kasus atlet yang berpindah domisili, dia berharap semua pihak termasuk legislatif berbenah. Setiap sendi olahraga di Berau mesti diisi oleh orang yang berkompeten. Tidak hanya berlatar kepentingan politik semata.
Bila hal itu dapat berjalan, dirinya yakin setiap kebutuhan atlet pasti terpenuhi. Mengingat anggaran yang dimiliki oleh daerah saat ini, mencapai rekor tertinggi. Sehingga menggelontorkan anggaran untuk olahraga yang cukup, tidak akan mempengaruhi sektor pembangunan daerah lainnya.
“Harus diisi orang-orang yang berkompeten, jadi tahu kebutuhan atlet kita itu seperti apa,” tegas dia. (*/ADV)
Reporter: Sulaiman