BERAU TERKINI – Peringatan Hari Sumpah Pemuda ke-97 di Samarinda tahun ini berjalan “anti-mainstream”. Jauh dari kesan seremonial atau tema-tema klise, sebuah dialog kepemudaan justru fokus membedah isu feodalisme dan “Logika Mistika” dari buku Madilog karya Tan Malaka.
Dialog yang digelar di Aula Dinas Pemuda dan Olah Raga (Dispora) Kaltim pada Kamis (30/10/2025) ini menghadirkan berbagai narasumber progresif untuk memantik daya kritis para pelajar.
‘Membongkar’ Buku Tan Malaka
Diskusi menjadi hangat ketika content creator sekaligus mahasiswi Universitas Mulawarman, Intan Nabila, memaparkan garis besar isi buku Madilog. Ia menyoroti bagaimana “logika mistika” yang dibahas Tan Malaka puluhan tahun lalu, kini berevolusi dalam kemasan baru.
“Pada masa kini, mistik berkembang dalam kemasan yang baru, misalnya teori konspirasi yang berlandaskan cocoklogi,” tutur Intan.
Ia juga berkelakar tentang kesulitannya menaklukkan buku legendaris tersebut, yang justru memicu tawa peserta. “Buku Madilog itu jahat! Buku-buku yang lain aku bisa selesai seminggu atau 3 hari, tapi buku Tan Malaka ini aku perlu 3 bulan baru bisa selesai,” akunya.
Bukan Sekadar FOMO
Sejarawan publik, Muhammad Sarip, menegaskan bahwa forum ini sengaja dirancang progresif. Menurutnya, diskusi ini tidak bermaksud untuk mengkultuskan individu Tan Malaka atau sekadar ikut-ikutan tren (FOMO).
“Kita harus tetap kritis kepada siapa pun dan tidak boleh kultus individu, atau sekadar FOMO,” ujar penulis buku Histori Kutai tersebut.
Pelajar Cerdas Tanpa AI

Meskipun tema yang diangkat cukup “berat”, para peserta yang didominasi oleh 75 siswa SMAN 10 Samarinda justru tampil memukau. Mereka aktif bertanya dan menanggapi isu feodalisme dengan kritis.
Moderator sekaligus Founder SUMBU TENGAH, Rusdianto, mengaku takjub dengan kualitas para pelajar tersebut. Ia bahkan sengaja mengecek contekan para siswa untuk memastikan mereka tidak menggunakan kecerdasan buatan (AI).
“Saya sengaja mendekati setiap penanya untuk mengecek apa yang dia lihat di layar HP-nya, dan ternyata hanya catatan, bukan aplikasi AI. Mereka memang anak-anak yang cerdas,” ungkap Rusdi.
Diskusi selama 3,5 jam ini juga diisi oleh Plt. Kadispora Kaltim, Muhammad Faisal yang mengingatkan bahaya hoaks, serta inspirasi dari musisi Novi Umar dan pegiat kesehatan mental Antares Wardana. (*)


 
											 
							 
							 
							 
							