Sangatta – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kutai Timur (Kutim) saat ini tengah membahas Peraturan Daerah (Perda) mengenai Masyarakat Hukum Adat (MHA). Menurut anggota DPRD Kutim, Agusriansyah Ridwan, pembuatan Perda untuk MHA bukanlah hal yang sulit, mengingat setiap wilayah memiliki adat istiadat yang perlu diakomodasi.

“Alhamdulillah, di Kutai Timur beberapa kegiatan wisata mengangkat hukum-hukum dan aktivitas adat. Perdanya sendiri sementara disusun,” ucap Agusriansyah.

Namun, Agusriansyah mencatat bahwa tantangan utama muncul ketika Perda tersebut mencakup aspek-aspek seperti hutan dan tanah adat. Dia mengusulkan agar Perda mengenai masyarakat hukum adat dipisahkan dari isu terkait hutan dan tanah adat, karena kedua hal tersebut membutuhkan pembahasan yang lebih mendalam.

“Kita maunya sebagian saja. Bisa ada yang mengatur tentang masyarakat adat. Adat apa saja yang memang asli di wilayah ini. Jadi dipisahkan bila terkait hutan dan tanah adat, karena itu perlu identifikasi. Misalnya ini ditunjuk, sekian hektare hutan adat. Bisa-bisa rumah masyarakat yang sudah ditinggal puluhan tahun itu bisa jadi persoalan,” terangnya.

Agusriansyah juga menekankan bahwa peraturan mengenai hutan dan tanah adat perlu mendapatkan perhatian khusus. Tanpa pengaturan yang tepat, akan ada risiko munculnya klaim yang dapat menimbulkan situasi yang tidak kondusif.

“Kalau tidak diatur juga, nanti akan berlangsung secara liar. Ada yang klaim-klaim di lapangan. Ini juga dapat menimbulkan situasi yang tidak kondusif. Tapi kalau mau cepat, yang harus diselesaikan masy hukum adatnya dulu,” pungkasnya. (Adv)