SAMARINDA – Menanggapi penyegelan kantor operasionalnya di Samarinda, Maxim Indonesia memilih untuk menempuh jalur damai.

Alih-alih melakukan konfrontasi, perusahaan aplikasi transportasi daring ini justru meminta Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur untuk mengkaji ulang aturan tarif yang dinilai merugikan mitra pengemudi.

Dalam hak jawab yang diterima Berau Terkini, pihak Maxim mengklaim bahwa mereka sebenarnya telah berkomitmen menjalankan ketentuan tarif sesuai SK Gubernur Kaltim selama tiga minggu terakhir.

Namun, implementasi aturan tersebut ternyata berdampak negatif secara signifikan di lapangan.

Government Relation Specialist Maxim Indonesia, Muhammad Rafi Assagaf, membeberkan data evaluasi internal mereka. Menurutnya, penerapan tarif batas bawah yang baru justru menurunkan kesejahteraan para mitra pengemudi.

“Dari evaluasi berbasis data kami, penerapan tarif tersebut berdampak serius. Terjadi penurunan jumlah order harian mencapai kurang lebih 35 persen, serta pendapatan mitra pengemudi turun hingga 45 persen,” ujar Rafi dalam keterangannya, Jumat (1/8/2025).

Berdasarkan data tersebut, Maxim menilai bahwa regulasi yang ada saat ini belum mampu menjawab kebutuhan riil di lapangan. Oleh karena itu, mereka mengkritik langkah penyegelan yang dianggap sebagai tindakan administratif tanpa didahului dialog yang konstruktif.

Pihaknya menegaskan tidak menutup pintu komunikasi dan telah menyampaikan data evaluasi tersebut secara resmi kepada Pemprov Kaltim untuk mendorong adanya peninjauan kebijakan yang objektif.

“Kami percaya bahwa dialog konstruktif dan kerja sama yang baik antara pelaku usaha dan pemerintah akan menghasilkan solusi yang terbaik demi kepentingan bersama,” tutupnya. (*)