Foto : Apel kesiapsiagaan Karhutla di Lapangan Pemuda, Tanjung Redeb belum lama ini.
TANJUNG REDEB – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Berau melaksanakan kajian risiko bencana di Bumi Batiwakkal. Di mana ada sembilan potensi bencana di Berau pada tahun 2023.
Dari sembilan potensi itu, salah satunya yakni Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) yang menjadi atensi BPBD Berau.
Menurut Kepala BPBD Berau, Thamrin, wilayah rawan karhutla berada di 13 kecamatan. Sehingga perlu adanya peningkatan sumber daya manusia (SDM) dan peralatan yang memadai dalam penanggulangan bencana.
Di sisi lain, dirinya menyebut sudah menyerahkan alat penanggulangan Karhutla di hampir setiap posko di 11 Kecamatan.
Di antaranya penambahan jumlah personel dan sarana-prasarana (Sarpras) seperti unit Damkar yang disediakan di tempat tersebut.
“Semua sudah kita lengkapi, di antaranya perangkat manual berupa Alat Pelindung Diri (APD), pompa punggung, mobil slip on, water supply, dan bahkan ada 4 Kecamatan yang memiliki Damkar yang berukuran besar,” katanya.
“Akan tetapi yang menjadi kendala saat ini yaitu anggota, karena memang kita masih kekurangan anggota untuk di posko karhutla,” sambungnya.
Lanjut Thamrin, jumlah personel dari BPBD sangatlah minim hingga perlunya personel tambahan.
“Agar penanggulangan Karhutla dapat ditangani secara maksimal,” ucapnya.
Diharapkannya juga, para personel di setiap posko bisa selalu berkoordinasi dengan pihak TNI/Polri dan mitra BPBD sendiri yaitu Masyarakat Peduli Api (MPA) dalam menangani Karhutla.
“Karena memang saya selalu tekankan jika terjadi bencana agar bisa sesegera mungkin untuk melapor,” katanya.
Dirinya juga mengimbau masyarakat untuk tidak membuka lahan dengan cara membakar hutan. Jikapun membakar, harus melalui prosedur yang ada atau diawasi dan dibatasi sebelum melakukan pembakaran.
“Jika memang perlu harus melalui prosedur seperti melakukan skat bakar, yang kemudian dilaporkan kepada kepala kampung dan kemudian dilakukan pengawasan pada saat pembakaran,” tegasnya.
Thamrin juga menjelaskan Undang-undang yang berlaku pada pembakaran hutan dan lahan dengan sengaja tercantum dalam Undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU-PPLH) dengan ancaman hukuman 3 tahun penjara dan maksimal 10 tahun penjara serta denda antara Rp 3 miliar sampai dengan maksimal Rp 10 miliar. (*)