WASHINTON, AS – Ancaman bencana nuklir hingga konflik meluas di Timur Tengah mengancam usai Amerika Serikat serang fasilitas nuklir Iran.

Konflik antara Iran dan Israel memasuki babak terbaru, situasi konflik tidak mereda, yang terjadi justru sebaliknya saat Amerika Serikat ikut terlibat menyerang Iran.

Kabar terbaru, Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan militer AS telah berhasil melakukan penyerangan di tiga lokasi fasilitas nuklir milik Iran.

Presiden Donald Trump mengatakan penyerangan itu dilakukan oleh pesawat pengembom siluman B-2 milik AS di tiga lokasi yakni Natanz, Esfahan dan Fordow. Menurut Donald Trump, Fordow menjadi lokasi pengemboman utama dalam penyerangan itu.

“Kami telah menyelesaikan serangan yang sangat sukses terhadap tiga lokasi nuklir di Iran, termasuk Fordow, Natanz, dan Esfahan. Semua pesawat ini kini berada di luar wilayah udara Iran,” tulis Trump melalui akun media sosial miliknya, dikutip dari Beritasatu, Sabtu (22/6/2025).

“Semua pesawat dalam perjalanan pulang dengan selamat. Selamat kepada prajurit Amerika kita yang hebat. Tidak ada militer lain di dunia yang dapat melakukan ini,” tambahnya.

Sejumlah pejabat pertahanan mengatakan, salah satu senjata utama adalah bom penghancur bunker GBU-57 Massive Ordnance Penetrator seberat 13.500 kilogram, yakni bom konvensional paling kuat yang dimiliki AS dan diyakini mampu menembus fasilitas bawah tanah seperti Fordow.

Ancaman potensi bencana nuklir meningkat setelah keterlibatan Amerika Serikat saat menyerang fasilitas nuklir milik Iran.

Salah satu kekhawatiran utama dari serangan ini adalah kemungkinan dilepaskannya material radioaktif dari situs Fordow yang telah lama menjadi sorotan Badan Energi Atom Internasional (IAEA).

Menurut laporan IAEA, Iran memang melakukan pengayaan uranium tingkat tinggi di situs tersebut. Jika bom penghancur bunker digunakan, dampak lingkungan dan keselamatan sipil dapat sangat serius.

Meski demikian, IAEA sebelumnya menyatakan serangan Israel ke Natanz hanya menyebabkan kontaminasi lokal dan tidak menyebar ke wilayah sekitar.

Tak hanya ancaman bencana nuklir, kestabilan di regional Timur Tengah semakin terancam setelah serangan Amerika Serikat itu.

Tidak hanya Iran yang mengeluarkan peringatan keras. Kelompok Houthi di Yaman, yang mendapat dukungan dari Iran, mengancam akan melanjutkan serangan terhadap kapal-kapal Amerika di Laut Merah jika AS benar-benar terlibat langsung dalam konflik.

Sebelumnya, serangan mereka sempat dihentikan pada Mei 2025 setelah adanya kesepakatan dengan AS. Di sisi lain, Israel menyatakan sedang bersiap menghadapi skenario perang jangka panjang, memperkuat sinyal bahwa konflik ini bisa melebar ke kawasan lain di Timur Tengah.