Foto: Dprd Berau saat melaksanakan dengar pendapat dengan pemkab Berau terkait pengelolaan Pulau Balembangan
TANJUNG REDEB, – Riak pengelolaan konservasi penyu yang ada di Pulau Belambangan dan Pulau Sambit Kecamatan Maratua ditanggapi berbagai pihak. Salah satunya, Wakil ketua I DPRD Berau Syarifatul Syadiah. Ada 2 lembaga Swadaya masyarakat (LSM) yang saling klaim.
Syarifatul Sya’diah berpandangan, pada titik tumpu terbaik adalah mengutamakan output kegiatan yang dilaksanakan yakni konservasi penyu. Indikator-indikator keberhasilan harus dimunculkan. Selain itu tidak kalah pentingnya adalah dasar hukum.
“Siapa pun yang mengelola konservasi penyu tersebut harus memiliki dasar hukum yang sah dan harus diakui oleh pemerintah,” jelasnya. Semua perlu keabsahan dan memiliki legalitas yang sah, sebab yang dipermasalahkan yakni pengelolaan penyu di sisi laut.
Kewenangan daerah hanya mengatur pulaunya sedangkan, kewenangan pengelolaan konservasi penyu berada di pusat melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Besar harapan pegiat konservasi penyu bisa melibatkan Seksi Konservasi Wilayah (SKW) I Berau Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kaltim, dinas terkait, camat, hingga aparat kampung dalam pengelolaannya. Kewenangan darat dan laut itulah yang harus disinkronkan.
“Harapan kami permasalahan ini bisa dimediasi dengan baik. Saya juga menyarankan BKSDA dan dinas terkait bisa mengevaluasi kinerja LSM. Cari pengelola konservasi yang profesional baik dari segi sumber daya manusia (SDM) dan perencanaannya,” jelasnya.
Sebagai bagian dari pembenahan kedepan, disarankan agar pengelola yang ditunjuk mempunyai kompetensi yang profesional. Buat aturan yang tegas dan mengikat. Pemangku kebijakan perlu mensupervisi kerja-kerja LSM agar mereka tidak melanggar hukum atau aturan.
“Kalau kerjanya tidak bagus dalam jangka waktu tertentu bisa dievaluasi. Sehingga, LSM bisa profesional juga kerjanya. Dana dari luar harus mampu dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk Berau,” terangnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Perikanan (Diskan) Berau, Dahniar Ratnawati menjelaskan, kewenangan Pulau Sambit saat ini berada di KPP sebab sudah disertifikatkan.
Sementara, Pulau Belambangan bukan milik daerah maupun pusat. Namun, teritorialnya berada di Kampung Bohe Silian, Kecamatan Maratua.
“Kewenangan darat inilah yang perlu diatur kembali dan dikerjasamakan. Karena Pulau Balembangan tidak dikelola siapapun. Lain halnya dengan biota, Berau tidak ada kewenangan mengelola penyu,” paparnya.
Pengelola konservasi penyu selanjutnya setelah kerja sama dengan LSM saat ini berakhir pada 2023 mendatang, akan ditunjuk pihak ketiga bekerja sama dengan SWK I Berau BKSDA Kaltim dan DLHK Berau.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Berau, Mustakim Suharjana meminta LSM pegiat konservasi penyu untuk memberikan laporan kepada pihaknya. Sebab selama ini tidak ada laporan yang diberikan kepada DLHK Berau.
“Laporan itu kami butuhkan untuk mengevaluasi kinerja LSM,” ucapnya.
Terpisah, Kepala SWK I Berau BKSDA Kaltim, Denny Mardiono menyebut, potensi penyu di Kabupaten Berau sangat luar biasa. Pada 2020 lalu terdapat 25.585 ekor penyu yang mendarat di pulau-pulau kecil pendaratan penyu di Berau, seperti Pulau Sangalaki, Belambangan, Sambit, Kaniungan dan Derawan. Sedangkan, jumlah pada 2021 meningkat sebanyak 37.239 ekor penyu.
“Pengawasan pengelolaan dan kegiatan konservasi selama ini diserahkan kepada KKP dan KLHK,” sebutnya.
Diakui pihaknya memiliki keterbatasan anggaran. Hanya diberikan kewenangan patroli penjagaan kegiatan pada tiga pulau saja. Namun pihaknya siap membantu melakukan konservasi penyu di Berau. (*)