Foto: Aktivitas petani di Kampung Buyung-Buyung
TANJUNG REDEB, – Pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) menerbitkan peraturan NO 10 tahun 2022. Aturan itu meliputi tata cara penetapan alokasi dan harga eceran tertinggi pupuk bersubsidi.
Ironisnya, jenis pupuk bersubsidi dikurangi. Ketentuan tersebut telah diberlakukan sejak 8 Juli lalu.
Jika sebelumnya ada 5 jenis pupuk bersubsidi, kini tersisa 2 jenis, yakni NPK dan Urea. Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan Dinas Pertanian dan Peternakan (Distanak) Berau, Bambang Sujatmiko mengatakan, pengurangan subisidi terhadap pupuk itu lantaran harga pupuk global yang semakin tinggi.
Pemerintah memilih memberikan subsidi untuk pupuk yang paling bisa mendongkrak produktivitas tanaman, yaitu urea dan NPK.
“Untuk optimalisasi pupuk subsidi agar tepat guna dan sasaran,” katanya.
Namun begitu, dampak lain dari pengurangan subsidi ini dapat di prediksi harga pangan mengalami kenaikan.
“Pemerintah masih menyarankan pupuk lain untuk digunakan sebagai peningkatan tanaman. Supaya petani mandiri dan tidak bergantung pada pupuk subsidi,” tegasnya.
Diakuinya, sejauh ini realisasi penyaluran pupuk urea dan NPK menjadi yang terbanyak. Per Juni, dari alokasi 3.000 ton, realisasi pupuk urea sebanyak 1.370,75 ton atau 45,69 persen.
Sementara, realisasi pupuk SP-36 sebanyak 89,65 ton atau 40,75 perden, ZA sebanyak 51,95 ton atay 10,39 persen, dan pupuk organik sebanyak 26,64 ton atau 3,81 persen.
“Kebutuhan paling besar memang urea dan NPK tapi pupuk lain juga sangat dibutuhkan petani. Seperti, ZA dan SP-36 sangat dibutuhkan petani hortikultura,” terangnya.
Apalagi, jenis komoditas yg mendapat pupuk subsidi juga dibatasi menjadi tiga sub sektor. Yakni tanaman pangan terdiri dari padi, jagung, dan kedelai.
Subsektor hortikultura terdiri dari cabai, bawang merah, dan bawang putih. Sedangkan, subsektor perkebunan terdiri dari tebu rakyat, kakao, dan kopi.
“Harga pupuk non subsidi mencapai Rp 400 ribu sampai Rp 1 juta per karung atau 50 kilogram. NPK saja harganya sekira Rp 590 ribu per karung. Sementara, kalau harga subsidi petani hanya membayar sekira Rp 155 ribu per karung,” urainya.
“Kemungkinan hasil tani bisa tiga sampai lima kali lipat lebih mahal. Seperti harga semangka kemungkinan bisa naik,” pungkasnya. (*)
Editor: Rengkuh