Oleh : Akbar Patompo, SE., MM. (Dosen MK Kelapa & Kelapa Sawit di Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Berau)
Larangan ekspor yang berlaku sejak 28 April 2022 itu tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 22 Tahun 2022 tentang Larangan Sementara Ekspor CPO, Refined, Bleached, & Deodorized (RBD) Palm Oil, RBD Palm Olein, dan Used Cooking Oil (UCO).
Larangan ekspor CPO akan berlaku hingga harga minyak goreng curah turun sesuai HET yang sebesar Rp14 ribu per liter atau Rp15.500 per kg.
Kebijakan tersebut dirilis langsung pada kanal youtube Sekretariat Negara yang diumumkan langsung oleh Bapak Joko Widodo Presiden Republik Indonesia. Meski demikian, pasca larangan ini diberlakukan harga minyak goreng masih mahal dipasaran.
Menurut saya, kebijakan Moratorium larangan eskpor minyak sawit (clude palm oil, CPO) dan beberapa produk turunan yang diberlakukan sejak 23 April 2022 lalu telah resmi dicabut per tanggal 23 Mei 2022. Ini pun sudah berjalan selama 2 bulan, tetapi Perusahaan masih beralasan terseok-seok menjual CPO mereka dan alhasil karena itu mereka menampung hasil olahan Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawitnya sehingga storage atau tangki penampungannya pada penuh.
Atas dasar tersebut, perusahaan pabrik kelapa sawit di Kabupaten Berau khususnya memberlakukan pembatasan buah sawit rakyat masuk ke pabrik, alhasil terjadi antrian panjang sampai pada truk-truk pengangukatan TBS mengantri hingga 2-3 malam untuk menunggu antrian dan dapat jatah kuota untuk bongkar dan buahnya berhasil terjual.
Pertanyaannya kemudian sampai kapan hal dan masalah ini akan berlangsung ? Kepada siapa lagi petani rakyat akan mengadu ? Setelah berkali-kali dilakukan rapat dengar pendapat di DPRD kabupaten Berau bersama perwakilan Perusahaan dan Kelompok Tani Sawit, Koperasi Sawit juga tak membuahkan hasil.
Lantas apa solusi dan langkah pemerintah daerah atas permasalahan yang dialami Masyarakat Petani Sawit Mandiri yang jumlahnya tak sedikit di Bumi Batiwakkal ini.
Saya meminta kepada pemerintah daerah agar menata dan menjemput para investor pabrik pengolahan minyak kelapa sawit agar berinvestasi dan membuat pabrik pengolahan minyak kelapa sawit lagi di Berau, agar pasar lebih kompetitif, daya tampung dan kepastian masyarakat menjual buahnya kelapa sawitnya menjadi jelas, juga tentu harga semakin tinggi karena persaingan pasar.
Petani Rakyat mandiri sangat kecewa dengan kondisi Perusahan-perusahan yang ada hari ini, ketika panen raya mereka membatasi buah masuk, menurunkan harga beli, membuat sortasi tinggi dan itu semua masalah-masalah yang petani rakyat mandiri setiap waktu alami.
Saat ini ada 11 pabrik pengolahan kelapa sawit dikabupaten Berau yang secara serentak mengumumkan kebijakan pembatasan buah kelapa sawit untuk masuk ke pabrik, bahkan ada pabrik yang menginformasikan kepada masyarakat bahwa Pabrik tidak terima TBS sampai batas waktu yang tidak ditentukan. Juga Keputusan ini hampir sama di seluruh Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara
Tentu masalah ini jadi bumeran bagi Masyarakat Petani Sawit yang dimana rantai ekonomi serta kepastian pendapatan mereka akan terhenti. Tak hanya itu usaha perkebunan kelapa sawit masyarakat juga akan rusak ketika rutinitas panen tertuda karena tanaman kelapa sawit jika busuk atau kelewatan masak dipohon akan menjadi racun pada pohon sawit tersebut.
Jika semua buah kelapa sawit kelewatan masak atau busuk ini akan mempengaruhi dan merusak kualitas Clude Palm Oil (CPO) yang juga bahan baku minyak goreng.
Pemerintah harus segera mencari solusi yang terbaik atas permasalahan-permasalahan yang ditimbulkan baik dari kelangkaan minyak goreng sampai pada potensi terhentinya produksi pengolahan karena storage pabrik-pabrik pada penuh dan juga harga buah kelapa sawit yang terjun bebas seperti sekarang ini.(*)
NB: Tanggung jawab isi materi ada pada penulis