TANJUNG REDEB – Penyerapan gabah dari petani lokal di Berau masih menjadi tantangan utama bagi Bulog. Keterbatasan kapasitas gudang membuat Bulog harus mencari langkah strategis agar hasil panen petani tetap terserap tanpa mengganggu ketahanan pangan.
Saat ini, gudang Bulog Berau hanya mampu menampung 2.000 ton beras. Jika digunakan untuk menyimpan gabah, kapasitas tersebut berkurang menjadi setara 1.000 ton beras karena gabah memerlukan ruang lebih besar. Kondisi ini memunculkan kebutuhan solusi alternatif.
“Kalau kita simpan gabah, dua ton gabah hanya setara dengan satu ton beras. Ini tentu memakan ruang lebih banyak. Penyimpanan gabah juga tidak bisa digabung dengan beras karena membutuhkan perlakuan khusus,” kata Kepala Bulog Berau, Lucky Ali Akbar.
Menurutnya, di daerah sentra produksi seperti Jawa, Sulawesi, dan NTB, penyerapan gabah dapat dilakukan karena infrastrukturnya mendukung. Namun, situasi di Berau berbeda, sehingga Bulog tengah mencari opsi lain, termasuk kerja sama dengan Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani).
“Kami sedang berkoordinasi dengan pusat untuk mencari solusi yang menguntungkan semua pihak. Misalnya, menyewa gudang tambahan atau memanfaatkan penggilingan,” jelasnya.
Kabupaten Berau, dengan jumlah penduduk sekitar 280 ribu orang, membutuhkan 2.000 ton beras per bulan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi rata-rata 6,6 kilogram per kapita.
Namun, hasil panen lokal hanya mampu mencukupi kebutuhan selama satu bulan. Sisanya, selama 11 bulan, pasokan harus didatangkan dari luar daerah.
Rata-rata hasil panen hanya mencapai 4 ton per hektare, jauh di bawah daerah sentra produksi seperti Jawa yang bisa mencapai 7 ton per hektare. Selain itu, petani di Berau hanya bisa panen dua kali dalam setahun.
“Harga gabah sudah ditetapkan Badan Pangan Nasional (Bapanas) sebesar Rp6.500 per kilogram untuk gabah kering giling. Dengan harga ini, kami harap petani merasa lebih yakin untuk menjual hasil panennya ke Bulog,” ujarnya.
Lucky menambahkan, salah satu solusi yang sedang dikaji adalah membagi fungsi gudang Bulog menjadi dua. Satu untuk penyimpanan gabah dan satu lagi untuk beras. Namun, ini bergantung pada potensi panen raya dan perhitungan kebutuhan ruang.
“Kami harus menghitung kapasitas dan potensi panen sebelum musim panen tiba. Kalau petani ingin menjual banyak ke Bulog, kami juga harus siap dengan fasilitas penyimpanan yang memadai,” tuturnya.
Dengan langkah-langkah ini, Lucky berharap sektor pertanian di Berau dapat lebih serius dikelola sehingga produktivitas padi meningkat.
“Kami ingin agar produksi lokal tidak hanya mencukupi kebutuhan, tetapi juga ada surplus untuk dipasarkan ke luar. Dengan pembelian langsung oleh Bulog, petani akan menerima pembayaran di muka, sehingga ini bisa menjadi daya tarik bagi mereka,” tutupnya. (*)