TANJUNG REDEB – Unit Pelaksana Teknis (UPT) Puskesmas Maratua menjadi salah satu fasilitas kesehatan (faskes) pemerintah yang terdampak dari pemutusan kontrak tenaga pegawai tidak tetap (PTT). Pelayanan kesehatan di Puskesmas Maratua kini terganggu karena dokter dan tenaga medis yang berstatus PTT tidak bisa lagi bekerja.
Dokter umum yang biasanya menangani pasien di Puskesmas Maratua kini tidak bisa masuk kerja karena statusnya sebagai PTT. Begitu pula dengan dokter gigi yang sudah mengundurkan diri sejak 5 Januari, dan surat pengunduran dirinya telah diterima oleh pihak puskesmas dan diteruskan ke Dinkes Berau.
Selain itu, ada tenaga kesehatan (nakes) yang diterima sebagai CPNS di luar daerah sehingga tidak dapat lagi bekerja di Puskesmas Maratua. Ditambah lagi satu nakes yang memilih melanjutkan studi di perguruan tinggi.
“Itu pelayanan yang terganggu,” kata Kepala UPT Puskesmas Maratua, Suryan, kepada awak Berau Terkini, Senin (20/1/2025).
Akibatnya, pelayanan medis untuk dua jenis layanan tersebut saat ini ditutup hingga dokter pengganti yang baru nantinya aktif bekerja dengan status sebagai PPPK ataupun PNS.
“Hingga kini, pegawai aktif mencapai 53 orang, terbagi atas PNS dan PPPK. Mereka bekerja di bagian pelayanan administrasi, kebersihan, keamanan, hingga tenaga dokter,” jelas Suryan.
Tenaga medis juga dibagi untuk mengisi puskesmas pembantu (pustu) di tiga kelurahan di Maratua, yang memiliki nakes, bidan, dan perawat.
“Digaji melalui APBD, dan sudah bekerja di atas dua tahun,” tambahnya.
Di unit pelayanan gawat darurat (IGD), terdapat perawat yang dapat menangani pasien gawat darurat. Saat ini terdapat 12 orang perawat yang aktif bekerja, bidan 6 orang, gizi 2 orang, kesehatan lingkungan 2 orang, dan promkes 1 orang. Sisanya merupakan tenaga administrasi dan pendukung lainnya.
“Ada perawat yang sudah kami siapkan, pelayanan IGD tidak tutup,” tegasnya.
Sebagai kawasan terluar, Suryan berharap segera mendapatkan solusi cepat karena akses sangat jauh untuk menuju pusat kesehatan di RSUD Tanjung Redeb.
“Kami sudah menjalankan koordinasi terus dengan Dinkes dan bupati,” ujarnya.
Sementara itu, situasi berbeda terjadi di Puskesmas Kampung Bugis. Seluruh pelayanan di faskes tersebut berjalan normal karena tak ada nakes yang terimbas aturan baru tersebut. Hanya pegawai non-medis yang bekerja di bawah dua tahun yang terkena dampaknya.
“Hanya non-medis saja,” kata Kepala Puskesmas Bugis, dr Datik Yuli, saat ditemui di ruang kerjanya.
Kendati demikian, Yuli tetap khawatir dengan tidak bekerjanya petugas kebersihan dan jaga malam di puskesmas tersebut. Sebab keamanan dan kebersihan merupakan sektor penting yang menunjang pelayanan prima.
“Kalau puskesmas kotor, kita jadi tidak nyaman juga,” ungkap Yuli.
Dia pun memiliki harapan yang sama dengan Suryan, yaitu mendapatkan solusi dari kekosongan posisi di faskes yang berada di pusat kota tersebut.
“Semoga yang diterima sebagai PPPK bisa segera bekerja, kami juga terus berkoordinasi,” ujarnya. (*)