Reporter : ⁠Dini Diva Aprilia
|
Editor : Syaifuddin Zuhrie

TANJUNG REDEB – Kepala Dinas Perkebunan Kabupaten Berau, Lita Handini, mengumumkan bahwa kakao resmi ditetapkan sebagai produk unggulan berau melalui Surat Keputusan (SK) Bupati. Penetapan ini didasarkan pada hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) beberapa bulan lalu yang merekomendasikan kakao sebagai komoditas unggulan.

Menurut Lita, sebelumnya terdapat tiga komoditas yang diusulkan menjadi produk unggulan Berau, yakni kelapa dalam, kakao, dan jagung. Namun, berdasarkan audit, kakao dinilai paling siap untuk dikembangkan, baik dari segi data maupun produksi dari hulu hingga hilir.

“Dari tiga komoditas, kakao yang paling siap, sehingga diputuskan menjadi produk unggulan daerah dan di-SK-kan oleh Bupati,” jelasnya pada Berauterkini.co.id, Selasa (17/12/2024).

Dalam pertemuan yang melibatkan penyuluh dari 20 kampung di Kabupaten Berau yang menjadi sentra pengembangan kakao, Disbun mensosialisasikan kebijakan serta strategi pengembangan kakao.

Lita menegaskan bahwa salah satu rekomendasi BPK yang belum dilaksanakan adalah sosialisasi penelitian dan pengembangan kakao kepada para penyuluh.

“Kemarin kita undang semua penyuluh untuk menyampaikan strategi pengembangan kakao agar kebijakan ini bisa dijalankan dengan optimal,” ujarnya.

Terkait pendataan lahan kakao, Lita menjelaskan bahwa pihaknya telah memiliki data tahun 2023 yang dilengkapi dengan peta. Dari target 1.000 hektar lahan eksisting, saat ini baru sekitar 500 hektar yang sudah terealisasi, sementara 600 hektar lainnya masih dalam kategori potensial pengembangan.

“Tahun lalu kita hanya punya waktu satu bulan untuk menelusuri lahan, sehingga baru terdata sekitar 400 hektar. Sisanya, sekitar 500 hektar lebih, masih perlu didata ulang oleh para penyuluh, terutama di daerah binaan mereka,” ungkapnya.

Lebih lanjut, pihaknya juga meminta penyuluh untuk mengidentifikasi lahan potensial baru yang bisa dikembangkan untuk budidaya kakao. Lita menyebutkan bahwa dalam proses ini ditemukan beberapa kampung yang sebelumnya tidak terdeteksi, seperti di wilayah Kelay.

“Selama ini kita hanya mengetahui kakao dikembangkan di beberapa kampung tertentu, namun ternyata ada kampung-kampung lain yang sudah mengembangkan kakao secara mandiri,” tambahnya.

Menariknya, terdapat empat kampung yang sudah membeli bibit kakao secara mandiri menggunakan Alokasi Dana Kampung (ADK). Lita menilai ini sebagai potensi positif yang harus mendapat perhatian ke depan.

“Tahun depan, kampung-kampung ini perlu kita bina lebih lanjut agar pemahaman teknis budidaya kakao semakin baik, sehingga produksinya bisa berkembang dengan optimal,” tegasnya.

Dengan langkah ini, Disbun Berau berharap pengembangan kakao dapat memberikan dampak signifikan bagi perekonomian daerah serta kesejahteraan masyarakat petani kakao.

“Penetapan ini juga menjadi awal dari penguatan sektor perkebunan yang berkelanjutan di Kabupaten Berau,” tutupnya.