Reporter : ⁠Dini Diva Aprilia
|
Editor : Syaifuddin Zuhrie

TANJUNG REDEB, – Di tengah hiruk-pikuk modernitas, Dina Mariana, seorang perempuan berusia 48 tahun asal Berau, Kalimantan Timur, berhasil menghidupkan kembali tradisi kuliner khas daerahnya yakni kue telinga sagayi.

Dengan latar belakang pendidikan dari SMEA Negeri dan kecintaannya terhadap dunia kuliner, Dina kini menjadi salah satu penggerak usaha kecil menengah (UMKM) yang sukses memasarkan produk tradisional Berau hingga dikenal luas.

Mengawali langkahnya sekitar 20 tahun lalu, Dina memutuskan untuk melanjutkan usaha yang dirintis orang tuanya. Dengan modal awal hanya Rp 2 juta, ia memproduksi makanan khas berbahan dasar tepung beras dan gula aren yang dikenal dengan nama Talinga Sagayi.

“Saya memilih melanjutkan usaha ini karena makanan khas Berau memiliki daya tarik tersendiri sebagai oleh-oleh dan mudah diolah. Kini, usaha ini memiliki omzet Rp 3 sampai 5 juta per bulan,” tutur Dina.

Dina memproduksi hingga 10 kilogram makanan setiap kali produksi. Alat-alat sederhana seperti mesin penggiling beras, kompor, talam, rinjing, dan sutil menjadi penopang usaha ini.

Meski sempat menghadapi tantangan, seperti kenaikan harga bahan baku, Dina tetap optimistis. Ia mengakui bahwa bantuan perizinan usaha, pelatihan UMKM, dan peralatan dari pihak pemerintah melalui Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan sangat membantu perjalanan usahanya.

WhatsApp Image 2024 11 28 at 13.23.22

Keuletan Dina tak hanya terlihat dari proses produksi, tetapi juga dari strategi pemasarannya. Ia memanfaatkan platform digital, seperti Facebook (Dina Mariana) dan Instagram (@dinaiskandar76), untuk menjangkau pasar lebih luas.

Selain itu, produk-produknya juga tersedia di beberapa outlet lokal seperti Basinang, Rumah Kemas Batiwakkal, hingga warung-warung kecil di sekitar Berau.

“Melestarikan makanan tradisional Berau bukan hanya soal bisnis, tetapi juga menjaga warisan budaya,” ujar Dina yang tinggal di Jalan Mangkubumi No. 03, Sambaliung.

Hobi membuat kue yang dimilikinya sejak muda menjadi kekuatan tersendiri. Kreativitasnya dalam mengolah bahan sederhana menjadi makanan khas yang digemari masyarakat adalah bukti bahwa tradisi kuliner daerah bisa tetap hidup di tengah arus globalisasi.

Bagi Dina, usahanya bukan sekadar menghasilkan keuntungan, tetapi juga memperkenalkan kekayaan kuliner Berau kepada generasi muda.

Dengan dukungan keluarganya, termasuk suami dan dua anak, ia berharap produknya bisa membawa nama Berau lebih dikenal.

“Semoga ke depannya, makanan tradisional ini bisa menjadi identitas kuat Berau yang dibawa hingga ke luar daerah,” pungkasnya.(*)