Reporter : Hendra Irawan
|
Editor : Syaifuddin Zuhrie

TANJUNG REDEB – Sejak Januari 2024, Kabupaten Berau resmi memberlakukan kenaikan tarif retribusi kesehatan sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Kebijakan ini memicu beragam reaksi dari masyarakat.

Anggota DPRD Berau, Ichsan Rapi atau biasa dikenal Daeng Iccang menjelaskan bahwa kenaikan tarif ini merupakan respons terhadap perubahan ekonomi daerah yang signifikan.

“Sejak tahun 2011, kondisi ekonomi Kabupaten Berau telah banyak berubah. Upah Minimum Kabupaten (UMK) meningkat lebih dari tiga kali lipat, dari Rp 1.108.000 menjadi Rp 3.832.297 pada 2023,” ungkapnya.

Selain itu, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita juga hampir dua kali lipat, menunjukkan peningkatan kesejahteraan. Namun, inflasi kumulatif selama periode tersebut mencapai 76,63%, yang berdampak pada kenaikan harga secara umum.

“Dengan kondisi ini, pemerintah perlu menyesuaikan tarif layanan kesehatan agar relevan dengan biaya hidup yang meningkat,” tambahnya.

Ichsan juga menyoroti bahwa meskipun tarif retribusi kesehatan di Berau mengalami kenaikan, tarif tersebut masih relatif rendah dibandingkan daerah lain yang memiliki UMK dan PDRB lebih rendah.

“Kenaikan tarif ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas fasilitas dan peralatan medis, serta memberdayakan tenaga kesehatan,” jelasnya.

Namun, ia juga mengakui adanya kekhawatiran di kalangan masyarakat, terutama bagi kelompok berpenghasilan rendah yang merasa terbebani oleh kenaikan ini. Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah daerah merencanakan program subsidi, termasuk subsidi untuk BPJS bagi masyarakat rentan.

“Tujuannya agar mereka tetap dapat mengakses layanan kesehatan tanpa khawatir akan biaya yang tinggi,” tegas Ichsan.

Kenaikan tarif ini juga dipandang sebagai langkah menjaga keberlanjutan keuangan pemerintah daerah. Jika tarif tidak dinaikkan, ada risiko bahwa biaya operasional layanan kesehatan akan melebihi pendapatan, yang dapat mengganggu kualitas layanan. Ichsan menjamin bahwa kenaikan tarif ini direncanakan dengan hati-hati dan bertahap.

Di sisi lain, banyak masyarakat yang memahami kebutuhan akan penyesuaian tarif ini sebagai respons terhadap inflasi yang tinggi. Mereka berpendapat bahwa untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih baik, penyesuaian biaya adalah hal yang wajar.

Kebijakan ini diambil setelah mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk masukan dari berbagai pihak. Dengan dukungan program bantuan dan subsidi, pemerintah berupaya memastikan bahwa kenaikan tarif tidak membatasi akses masyarakat, terutama bagi yang paling membutuhkan.

“Pada akhirnya, kebijakan ini bertujuan untuk menciptakan manfaat jangka panjang bagi seluruh masyarakat Berau,” tutup Ichsan. (*)