Reporter : ⁠Dini Diva Aprilia
|
Editor : Syaifuddin Zuhrie

TANJUNG REDEB – Tahun ke tahun, jumlah penduduk di Kabupaten Berau terus mengalami peningkatan sejalan dengan berkembangnya kabupaten paling utara Kaltim ini. Berdasarkan data Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Berau, hingga akhir 2023, jumlah penduduk Berau mencapai 280.998 jiwa.

Jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat, apalagi dengan hadirnya Ibu Kota Nusantara (IKN) yang menjadikan Berau sebagai wilayah penyangga. Pertumbuhan ini berdampak pada meningkatnya kebutuhan lahan pertanian, perkebunan, dan tempat tinggal penduduk. Dipastikan, kebutuhan pangan akan meningkat sementara daya dukung pangan justru berkurang.

Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Peternakan (DTPHP) Berau menyebutkan bahwa luas tanam, luas panen, produktivitas, dan produksi padi hingga 2023 terus menurun.

Kepala DTPHP Berau, Junaidi, melalui bidang verifikasi data statistik, Ika Noorhandayani, menjelaskan bahwa produksi beras di Berau mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan beberapa faktor, antara lain cuaca ekstrem, alih fungsi lahan, serta kurangnya regenerasi petani.

“Banyak tenaga kerja atau petani kita sekarang sudah lansia sehingga tidak bisa produktif lagi. Apalagi bantuan yang diberikan pemerintah semakin berkurang,” ucapnya kepada Berauterkini.co.id, Jumat (11/10/2024).

Ia merincikan bahwa produksi padi sepanjang tahun 2012 di Berau mencapai 35.381 ton, kemudian meningkat pada tahun 2013 menjadi 44.776 ton. Namun, setahun kemudian, pada tahun 2014, mengalami penurunan menjadi 43.772 ton. Penurunan ini berlanjut di tahun-tahun berikutnya, yakni pada 2015 sebanyak 37.440 ton, 2016 sebanyak 32.436 ton, dan 2017 sebanyak 32.176 ton.

“Sumber data ini dari Badan Pusat Statistik (BPS) Tanjung Redeb,” jelasnya.

30G BUPATI APRESIASI 1
Tampak sawah milik warga yang ada di Kampung Buyung-Buyung Kecamatan Tabalar, Kabupaten Berau.

Ika Noorhandayani menjelaskan, sejauh ini di Berau terdapat dua jenis komoditas padi yang diproduksi oleh para petani, yaitu padi sawah dan padi ladang atau gunung. Padi sawah biasanya banyak dijumpai di wilayah pesisir Berau, sedangkan padi gunung banyak ditanam di wilayah hulu Berau.

Dari catatan yang ada, produksi padi sawah di Berau sempat mengalami kenaikan, dimulai dari tahun 2012 yang mencapai 16.836 ton dan meningkat pada tahun 2013 mencapai 24.089 ton. Namun, kenaikan itu hanya bertahan satu tahun, sebab pada 2014, produksi padi sawah merosot menjadi 22.112 ton. Kondisi ini terus berlanjut hingga tahun 2015 menjadi 20.928 ton, 2016 sebanyak 19.235 ton, dan 2017 hanya 19.432 ton.

Kondisi ini masih berlanjut hingga tahun 2018 yang hanya mencapai 18.117 ton, lalu 2019 sebanyak 11.662 ton, 2020 sebanyak 9.804 ton, dan pada 2021 mengalami peningkatan menjadi 13.542 ton. Namun, peningkatan itu tidak bertahan lama, pada 2022 produksi padi sawah kembali merosot menjadi 13.118 ton, dan puncaknya pada tahun 2023 hanya mencapai 8.837 ton per tahun.

“Produksi padi sawah memang produktivitasnya terus mengalami kemerosotan,” terangnya.

Penurunan produksi juga dialami oleh padi ladang atau padi gunung. Dari catatan BPS, tahun 2012 produksi padi gunung dalam satu tahun sebanyak 18.545 ton, lalu meningkat pada tahun 2013 menjadi 20.687 ton. Peningkatan itu terus terjadi hingga tahun 2014 yang mencapai 21.660 ton.

Hanya dua tahun bertahan, pada tahun 2015 produksinya kembali merosot menjadi 16.512 ton, berlanjut di tahun 2016 hanya 13.201 ton, 2017 sebanyak 12.747 ton, dan 2018 sebanyak 10.754 ton, sebelum kembali meningkat dua kali lipat pada tahun 2019 dengan total produksi mencapai 25.625 ton.

Saat pandemi menghantam pada tahun 2020, produksi padi gunung kembali menurun menjadi 19.400 ton, namun kembali meningkat di tahun 2021 menjadi 24.049 ton. Lalu pada 2022, produksi kembali mengalami penurunan menjadi 21.339 ton, dan terparah pada 2023, produksinya merosot dua kali lipat hanya mencapai 8.911 ton.

“Produktivitas padi ladang lebih banyak berada di Kecamatan Gunung Tabur, Kelay, dan Sambaliung,” tandasnya.

Petani padi Tasuk

Terjadi di Seluruh Kaltim

Penurunan jumlah produksi padi bukan hanya terjadi di Kabupaten Berau, tetapi juga merata di seluruh provinsi Kalimantan Timur. Kepala Bidang Produksi Tanaman Pangan DTPHP Kaltim, Diah Adiyati Yahya, mengungkapkan bahwa produksi padi di Kaltim semakin menurun, bukan hanya bertumpu pada intensifikasi dan mekanisasi saja.

Diah menemukan bahwa banyak lahan pertanian beralih fungsi ke komoditas lain, seperti hortikultura, perkebunan sawit, dan bahkan menjadi lahan pertambangan. Selain itu, kondisi SDM petani berkurang karena usia, dan jumlah penyuluh pertanian semakin sedikit karena pensiun, juga menjadi persoalan.

“Kita memiliki banyak petani milenial, namun mereka lebih tertarik bergerak di bidang hortikultura, bukan di tanaman pangan,” katanya, seperti dikutip Berauterkini.co.id dari Kaltimkece.id.

Mengantisipasi hal tersebut, DPTPH mencoba membentuk petani milenial agar mau terlibat dalam komoditas pangan. Mekanisasi pertanian berteknologi seringkali dilakukan, namun di lapangan, SDM masih belum paham teknologi sehingga peralatan tidak bisa dimanfaatkan secara optimal.

Jika persoalan ini karena masih minimnya irigasi, ia menyebut pemerintah telah banyak memberikan bantuan pompa untuk petani. Bahkan melibatkan lintas dinas untuk mencari lokasi pompa sesuai dengan sumber air yang tersedia. Dari semua hal itu, lanjutnya, masalah utama ada pada mindset petani yang selalu bergantung pada bantuan pemerintah.

“Bantuan pupuk dan benih tidak bisa membantu seluruh petani, apalagi kuotanya terbatas. Dengan bergantung pada bantuan, sangat sulit untuk membuat petani mandiri,” bebernya.

Ia berharap para petani padi di Kaltim bisa mandiri. Selain itu, peningkatan mutu juga perlu ditingkatkan demi meningkatkan harga jual sesuai pemasaran yang terbuka lebar. Terkait policy brief yang ditawarkan oleh Tim Pokja Ketahanan Pangan, Diah berharap petani bisa memanen padi dua kali dalam setahun, disertai peningkatan kualitas dan mutu padi. (*)