Reporter : ⁠Dini Diva Aprilia
|
Editor : Suriansyah

TANJUNG REDEB – Salah satu upaya melestarikan kearifan lokal, penampilan tari kolosal mewarnai kemeriahan dalam HUT Berau ke 71 dan Kota Tanjung Redeb ke 214 tahun yang bertema ‘History of Bekudung Betiung’.

Sutradara dan Koreografer Utama dari tari tersebut, Feri Irawan menjelaskan, tarian itu menampilkan 3 budaya Kabupaten Berau, yakni Banua, Bajau dan Dayak. Namun yang berbeda tahun ini adalah adanya sisipan drama dari upacara Bekudung Betiung.

Persiapan dilangsungkan sejak lebih kurang sebulan. Itu semata-mata dilakukan untuk menyambut HUT Berau yang tiap tahunnya selalu menampilkan hiburan tari.

“Saya dan dua rekan saya, yaitu Katon Pattiradjawane dan Nanda Eka Amelia. Kami mengambil tema Bekudung Betiung sendiri, karena menjadi salah satu upaya mereka dalam melestarikan kearifan lokal,” ucapnya kepada berauterkini.co.id, Minggu (15/9/2024).

16F LESTARIKAN 3

Kegiatan Bekudung Betiung sendiri, kata Feri, merupakan ritual atau kebiasaan masyarakat Suku Dayak Gaai, Kampung Tumbit Dayak, untuk menyambut pesta panen dan pemuda yang sudah dewasa serta telah menemukan jati dirinya.

Masyarakat Dayak Gaai memiliki keragaman budaya dan kesenian yang dilatarbelakangi suatu kepercayaan yang masih terus dilangsungkan.

Di dalamnya, terdapat tradisi dengan upacara adat dan tari-tarian dalam beberapa acara, seperti panen padi. Kepercayaan itu menghadirkan berbagai kesenian tradisional, termasuk Tari Hudoq.

16F LESTARIKAN 2

“Salah satu tari yang masih berkembang di masyarakat suku Dayak Gaai, yakni Tari Hudoq,” ungkapnya.

Tari ini pun hadir mewarnai tarian kolosal di HUT Berau. Tari itu menggunakan topeng yang dipercaya sebagai kedatangan para dewa utusan sang pencipta ke dunia, untuk membantu kehidupan manusia. Membantu mengusir hama penyakit padi dan segala hal buruk yang akan menimpa kampung.

“Tari Hudoq ini diwariskan secara turun temurun, sehingga masih bertahan dan berkembang di Kampung Tumbit Dayak,  terang Feri. (*)