Foto: Perjalanan menuju objek wisata mangrove di Kampung Tembudan, Kecamatan Batuputih

TANJUNG REDEB,- Kampung Tembudan didaulat menjadi pilot project dalam program Carbon Foot print Calculator (CFPC). Bahkan menjadi satu-satunya kampung di Kalimantan Timur yang termasuk dalam 5 destinasi pilot project Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).

Ke 5 destinasi pilot project selain Tembudan yakni itu yakni, Plataran Menjangan, Bali, Pantai 3 warna di Malang, Jawa Timur, Pengelola bukit Peramun, Bangka Belitung dan pengelola taman wisata mangrove Klawalu, Sorong.

Kemenparekraf memperkenalkan bersama 2 program lainnya, yakni launching platform carbon offset, dan deklarasi Kemenparekraf dalam menurunkan carbon emosi di sektor pariwisata, dalam acara bertajuk Carbon FootPrint: Towards Climate Positive Tourism Throught Decarbonization dan Ecoutourism, di Bali pada Senin dan Selasa (6/6/2022) lalu.

Sebagai tanggung jawab baru, Kepala Kampung Tembudan, Noor Iman juga mengapresiasi kepercayaan yang diberikan kepada kampungnya menjadi pilot project dari Kemenparekraf itu.

Tembudan menurutnya terpilih karena berhasil menerapkan ekowisata berbasis low carbon. Selain itu, ada pertimbangan lain yang membuat Tembudan terpilih yakni, adanya rekomendasi dari stakeholder ekowisata, serta pelaku dan industri pariwisata. Khususnya ekowisata.

“Kemudian, Tembudan dinilai telah mengelola kawasan mangrove dengan menerapkan ekowisata (berbasis sustanable), dan memiliki visitor management yang cukup baik,” katanya, kemarin.

Program konservasi di Tembudan diungkapkan sudah berjalan sejak lama. Menurutnya, program konservasi mangrove di kampungnya sudah sejak lama. Pihaknya menjadikan kawasan mangrove seluas 3 ribu hektar itu menjadi destinasi ekowisata.

Begitu juga dengan dengan dilakukannya pelatihan penghitungan karbon, studi kelayakan yang dilakukan peserta bersama tim pendamping, turut menjadi salah satu faktor ditunjuknya Tembudan menjadi salah satu wilayah pilot project tersebut.

“Apalagi mangrove di Tembudan juga cukup luas serta masih sangat alami dan utuh, dibanding mangrove di berbagai kampung lainnya di Kabupaten Berau,” ujarnya.

Untuk menindaklanjuti program itu kata Noor Iman, pihak kementerian juga akan datang ke Tembudan.

“Mungkin dalam waktu dekat tim pendampingnya akan datang. Dalam program itu, mereka punya tim pendamping sendiri,” terangnya.

Adanya program itu, dirasa sangat penting, untuk kemajuan kampungnya. Begitu juga dalam menjaga kelangsungan ekosistem mangrove dari eksploitasi oleh oknum-oknum tidak bertanggungjawab.

Memang diakuinya, selama ini dalam menjaga mangrove di Tembudan, pihaknya membentuk suatu komunitas yang diberi nama Mangrove Comunity Centre (MCC). Yang mana, komunitas itu, bekerjasama dengan salah satu LSM yang bergerak di bidang konservasi.

“Mereka bertugas menjaga dan melakukan pengawasan secara berkala. Apalagi tahun ini, dalam menjaga mangrove di Tembudan, kami dapat fasilitas berupa perahu cepat, untuk mempermudah pengawasan mangrove,” tuturnya.

“Harapan kami seperti itu. Yang jelas, kami sangat setuju adanya program dari Kemenparekraf itu,” pungkasnya.(*)

Editor: Rengkuh