SANGATTA – Di tengah berita baik mengenai program sekolah gratis dari SD hingga SMP di Kabupaten Kutai Timur (Kutim), muncul dugaan adanya pungutan liar (pungli) di salah satu SMP di Kecamatan Kaubun. Hal ini terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang diadakan pada Kamis (4/7/2024), yang membahas realisasi beasiswa dan fasilitas asrama bagi mahasiswa Kutai Timur.
Anggota DPRD Kutim, Leni Angriani, mengungkapkan bahwa berdasarkan laporan yang diterimanya, SMP di Kecamatan Kaubun mewajibkan siswanya membayar iuran bulanan dengan alasan untuk biaya pembangunan sekolah.
“Bahwa sahnya ada sekolah disana hampir tiap bulan ini iuran, malah wajib dikirimkan amplop anak diminta meminta dana untuk renovasi sekolah. Dan ini saya akan cek kembali dari SMP mana, dan saya akan koordinasikan dengan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kutim,” jelasnya.
Leni menekankan perlunya tindak lanjut segera terhadap informasi ini. Jika dugaan pungli terbukti benar, ia meminta agar Dinas Pendidikan Kutim tidak segan-segan memberikan sanksi kepada kepala sekolah yang terlibat. “Ini pemerasan namanya pak, kalau bisa diberikan sanksi kepala sekolahnya, jangan semena-mena, mentang-mentang dia kepala sekolah. Ini kejadiannya di Kecamatan Kaubun, pak, bahkan informasinya tiap bulan mereka (siswa) iuran,” tegasnya.
Menanggapi dugaan tersebut, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Kadisdikbud) Kabupaten Kutai Timur, Mulyono, meminta agar masyarakat tidak terburu-buru menyimpulkan pungutan tersebut sebagai pungli. Menurut Mulyono, pungutan bisa jadi merupakan inisiatif kreatif dari komite sekolah.
“Jangan terburu-buru mengartikan pungutan nanti saya cek dulu ya karena kadang-kadang itu kreativitas dari komite,” ucapnya.
Mulyono memberi contoh pengalamannya ketika anaknya bersekolah, di mana komite sekolah mengumpulkan iuran untuk membeli cat kelas. Ia menekankan bahwa hal tersebut merupakan tugas komite dan tidak boleh dianggap sebagai pungli.
“Saya contohkan seperti anak saya, pernah itu komite karena pengen merasa ruangan kelas yang bagus mereka iuran beli cat, padahal kan tugasnya komite jadi jangan dulu di-follow up masalah pungutan, saya coba cek dulu dan yang dimaksud seperti apa,” jelasnya.
Mulyono juga menegaskan larangan keras terhadap praktik pungli di sekolah, termasuk penjualan buku dan seragam.
“Yang jelas walaupun dari kami tidak ada seperti itu bahkan kami sudah melarang untuk jualan buku, jualan seragam tidak boleh, karena saya tidak ada kesan jangan sampai sekolah berkesan sekolah berbisnis,” tegasnya. (Adv)