Reporter : Sulaiman
|
Editor : Suriansyah

TANJUNG REDEB – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Berau mengimbau warga “Bumi Batiwakkal” yang memasuki pra-lansia, untuk teliti dalam memilih konsumsi obat dan jamu kuat. Sebab, rawan terserang penyakit ginjal.

Imbauan tersebut diberikan dalam merespon tingginya jumlah warga yang dirawat, lantaran sakit ginjal dan harus menjalani proses cuci darah alias hemodialisis.

Seperti di Sumatera Selatan, sebanyak 1.954 orang harus aktif cuci darah lantaran ketergantungan mengonsumsi jamu dan obat kuat.

Kepala Dinkes (Kadinkes) Berau, Lamlay Sarie, menyebut sejauh ini pihaknya telah memantau rilis Balai Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang menerbitkan jenis obat hingga jamu yang memiliki kandungan berbahaya dan tidak terdaftar resmi alias ilegal.

“Biasanya, orang yang merasa badannya capek-capek itu, langsung konsumsi jamu,” ungkap Lamlay, ketika ditemui beberapa waktu lalu.

Dalam dunia kesehatan, makanan dan minuman herbal tidak dilarang. Terdapat tiga kategori, seperti minuman jamu, fitofarmaka dan obat herbal berstandar kesehatan. Sementara jamu dan obat kuat, tidak masuk dalam kategori tersebut.

“Kadang memang kami masih temukan di depot-depot jamu,” katanya.

Tidak ditinggal diam, Lamlay menyebut, anak buahnya kerap melakukan pengawasan lapangan. Bila ditemukan akan diberikan teguran. Untuk sanksi yang terberat, penyitaan jamu dan obat kuat ilegal.

“Acuannya dari BPOM, tim kami rutin ke lapangan,” ujarnya.

Ketergantungan terhadap obat kuat, berpotensi terhadap percepatan kerusakan ginjal hingga hati. Apalagi bila obat tersebut aktif dikonsumsi pada usia pra lansia hingga masuk lansia.

“Inikan memang polanya ketergantungan, jadi bahaya untuk ginjal,” jelasnya.

Khusus di Berau, saat ini belum dapat diberikan data dan fakta korban dari jamu dan obat kuat. Sebab, pihak Dinkes Berau perlu melakukan pendataan lapangan untuk memastikan pasien cuci darah merupakan korban dari obat-obatan terlarang tersebut.

“Kami harus rekap dulu data itu, tidak bisa kami mengklaim pasien cuci darah itu sembarangan,” ucapnya.

Dalam urusan kesehatan, setiap orang diimbau untuk aktif dalam melakukan konsultasi kesehatan ke dokter di klinik maupun rumah sakit secara resmi, sehingga tidak asal mengonsumsi obat dengan diagnosa secara mandiri.

Terkait obat-obatan, dapat memanfaatkan agen penyalur obat resmi, tidak dari pengecer obat-obatan yang tidak tersertifikasi usaha klinik.

“Konsultasilah minimal. Jadi, tidak sembarangan mengonsumsi obat,” pesan Kadinkes Lamlay. (*)