BALIKPAPAN – Penjabat Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim), Akmal Malik, geram dengan banyaknya lahan perkebunan yang tidak dimanfaatkan. Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kaltim, terdapat 3,4 juta hektare lahan perkebunan. Namun, hanya 1,3 juta hektare saja yang ditanami atau dimanfaatkan oleh pemegang izin.
“Ada gap 1,1 juta hektare lahan yang belum dimanfaatkan pemegang izin usaha perkebunan,” tegas Akmal dalam rapat koordinasi perkebunan di Hotel Gran Senyiur, Balikpapan, Senin (15/7) dikutip Kaltimkece.id, jejaring media Berauterkini.co.id.
Akmal menuturkan bahwa 2,1 juta hektare lahan telah mendapatkan izin usaha perkebunan yang diterbitkan oleh pemerintah kabupaten dan kota. Dari jumlah tersebut, 340 izin usaha perkebunan telah diterbitkan.
Lahan yang tidak dikelola ini dikhawatirkan disalahgunakan dan melanggar ketentuan. Dalam peraturan pemerintah, pemegang izin usaha perkebunan diwajibkan memanfaatkan lahan paling lama tiga tahun setelah izin dikeluarkan.
“Harus tegur mereka. Kalau perlu, pemerintah kabupaten-kota mencabut izin usahanya,” tegas Akmal.
Lebih lanjut, Akmal menjelaskan bahwa kewenangan Pemprov Kaltim hanya sebatas mengevaluasi kinerja usaha perkebunan. Saat ini, Pemprov Kaltim memiliki 50 petugas yang menilai usaha-usaha perkebunan di Kaltim. Hasil penilaian tersebut kemudian diserahkan kepada pemkab dan pemkot.
Untuk meningkatkan efektivitas penilaian, Akmal meminta tim penilai dilengkapi teknologi seperti drone dan citra satelit.
Pemanfaatan lahan untuk perkebunan, terutama kebun sawit, memiliki peran penting bagi Kaltim. Rata-rata produksi tandan buah segar sawit dilaporkan 20,7 juta ton per tahun, yang menghasilkan minyak kelapa sawit sebanyak 4,5 juta ton per tahun. Industri sawit pun telah menyerap tenaga kerja 168.000 orang. Jumlah tersebut, kata Akmal, seharusnya bisa lebih besar seandainya 1,1 juta hektare lahan itu dikelola.
Kepala Dinas Perkebunan Kaltim, EA Rafiddin Rizal, membenarkan bahwa batas waktu pemegang izin usaha perkebunan untuk memanfaatkan lahan adalah tiga tahun. Minimal, perusahaan harus menanam 60 persen dari luas lahan yang diberikan dalam enam bulan sejak izin diterbitkan.
Rafiddin pun mendesak pemkab dan pemkot mengevaluasi para pemegang izin usaha perkebunan. Evaluasi ini tidak hanya ditujukan kepada mereka yang tidak mengelola lahan, tetapi juga kepada mereka yang tidak memaksimalkan lahan.
“Jika perusahaan tidak sanggup, (lahan) harus dikembalikan,” tandasnya.