TANJUNG REDEB-Persoalan abrasi di Pulau Derawan belum menemukan solusi. Pemecah ombak yang dinanti tak kunjung terealisasi.
Kepala Kampung Pulau Derawan, Bahri, menyebut hampir tiap tahun 5—6 meter bibir pantai tergerus. Luas Pulau Derawan mencapai 44,77 hektare terus menyusut.
Ancaman itu pun sudah begitu kasamata. Ditandai rusaknya landasan helipad, balai pertemuan Dinas Pariwisata Berau yang roboh, juga lapangan voli eks venue PON 2008 yang hilang. Semakin tahun, abrasi terjadi kian cepat. Terutama dibandingkan 10 tahun lalu.
Bahri sangat menyayangkan permintaan pemecah ombak tak kunjung terpenuhi. Padahal, keberadaannya selalu diajukan dalam tiap usulan kampung.
Hal itu pun menjadi begitu ironi. Derawan adalah objek wisata yang cukup banyak menyumbang pendapatan asli daerah (PAD) bagi Berau selama ini. Namun kebutuhan yang begitu krusial, tak kunjung dapat solusi konkret.
Pada 2017, peninjauan permasalahan abrasi pantai di Derawan sudah tahap pengidentifikasian penataan permukiman dan sistem pengelolaan lingkungan yang baik. Namun, tetap diperlukan master plan yang benar sebagai acuan pembangunan Pulau Derawan. Apalagi, kata dia, perubahan iklim dinilai turut memengaruhi pergeseran pantai.
Pembangunan pemecah ombak bakal memakan anggaran miliaran rupiah. Sedangkan alokasi dana kampung (ADK) tak mencakupi pengadaan pemecah ombak. Mengingat ADK diperuntukkan pengembangan masyarakat.
“Anggaran kampung penggunaannya sudah diatur. Tidak bisa kami anggarkan untuk pemecah ombak, apalagi tidak begitu besar anggarannya,” ungkapnya.
Bahri pun berharap Pemkab bisa memberikan solusi segera untuk penanganan abrasi. Sehingga, masyarakat tidak merasa ketakutan dengan adanya potensi bencana. (*/fer)
Editor: Bobby Lolowang