TANJUNG REDEB, – Angka kemiskinan di Kabupaten Berau meningkat tahun 2021 ini. Dibandingkan tahun sebelumnya, angka kemiskinan saat ini mencapai 13,62 ribu jiwa atau 5,88 persen dari total penduduk Berau. Angka ini naik dibanding tahun sebelumnya yakni 12,30 ribu jiwa atau 5,19 persen. Pandemi menjadi salah satu faktor.
Koordinator Fungsi Neraca Wilayah dan Analisis Statistik, Badan Pusat Statistik (BPS) Berau, Lita Hakim menyebutkan, untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach).
Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan.
“Memang ada peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya, tetapi pada tahun 2018 sempat mengalami penurunan,” katanya.
Data menunjukan pada tahun 2018, angka kemiskinan di Berau, hanya 11,33 ribu jiwa, atau 5,04 persen, sedangkan pada tahun 2017 angka kemiskinan di Berau mencapai 11,86 ribu jiwa, atau setara dengan 5,41 persen. Dijelaskan Lita, garis kemiskinan (Rp/kapita/bulan) berbeda-beda setiap tahunnya, dan terus mengalami peningkatan angkanya.
“Seusia dengan pertumbuhan ekonomi pusat, untuk menghitung garis kemiskinannya, yakni pendapatan perkapita dalam sebulan,” ujarnya.
Dijelaskan Lita, Garis Kemiskinan (GK) merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan dibawah garis kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin. Garis kemiskinan makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kilokalori perkapita perhari.
Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak atau lainnya). Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di pedesaan.
“Faktor terbesarnya Berau alami kenaikan ini karena kemarin itu pandemic Covid-19,” bebernya.
Ia melanjutkan, angka kemiskinan memang berpengaruh besar pada angka pengangguran di Berau yang juga mengalami peningkatan di tahun 2021 ini. Data Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), berada di angka 5,08 persen atau 5.765, kemudian di 2021 jumlah TPT adalah 5,82 persen, atau 6.557 jiwa.
“Meningkat 0,74 persen atau 792 orang, dibanding tahun lalu,” bebernya.
Lita mengatakan, dalam tujuh tahun terakhir persentase Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) paling rendah di Bumi Batiwakkal berada pada tahun 2017 dengan jumlah 4,75 persen. Sedangkan pada tahun sebelumnya, yakni 2016 tidak ada data TPT Kabupaten Berau. Di tahun 2015 5,72 persen penduduk berau yang termasuk kedalam TPT. Sedangkan pada tahun 2018 persentase TPT berjumlah 5,45 persen, dan mengalami penurunan di tahun 2019 menjadi 4,95 persen.
“Memang angka TPT kita cenderung stabil di angka 5 persen,” ungkapnya.
Ia menambahkan, Berau menduduki peringkat keempat tertinggi persentase TPT di Kalimantan Timur, setelah Kota Bontang, Balikpapan dan Samarinda. Sedangkan untuk tahun ini, TPT didominasi oleh perempuan yakni tahun 2020 lalu hanya 1.430, namun di tahun ini mencapai 2.241 jiwa. Sedangkan untuk laki-laki, tahun 2020 sebanyak 4.335 dan tahun ini menurun menjadi 4.316 jiwa.
“TPT di wilayah kota memang cenderung lebih tinggi dibanding dengan kabupaten,” tuturnya.
Selain itu, dikatakan Lita, Kabupaten Berau mengalami penurunan pada Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada periode Agustus 2020 hingga Agustus 2021. Tahun 2020 TPAK di berau berada pada angka 67,40 persen atau 113.389 , sedangkan di tahun 2021 turun menjadi 65,55 persen atau 112.606 jiwa. Sehingga dapat disimpulkan Kabupaten Berau mengalami penurunan TPAK sebesar 1,85 persen.
“Dari 10 kabupaten/kota di Kaltim hanya 3 yang tidak mengalami penurunan TPAK,” pungkasnya.(*)
Editor: RJ Palupi