Ilustrasi : Pekerja tambang.
TANJUNG REDEB – Status kerja sama perusahaan tambang batubara PT Ricobana Abadi Sambarata Mine Operation telah berakhir dengan PT Berau Coal selaku pemilik konsesi lahan, sementara sejumlah pekerja Perusahaan Ricobana Abadi menanti nasib mereka.
Melalui siaran pers yang dirilis di laman emitennews.com, surat pengakhiran kontrak telah diterima oleh PT Ricobana Abadi sejak 15 Desember 2023 lalu.
Dengan terminasi kontrak jasa penambangan batu bara tersebut, berdampak terhadap performa keuangan perseroan.
Atas terminasi tersebut, berakibat pada tidak adanya pendapatan yang dapat dicatat sepanjang anak usaha tidak mendapat kontrak pengganti.
Meski tidak berdampak secara hukum, namun berdampak pada kegiatan operasional harus berhenti pada 2 Januari 2024.
”Kelangsungan emiten akan tergantung pada kemampuan entitas usaha untuk dapat memperoleh kontrak pengganti,” jelas Arief Novaldi, Corporate Secretary SMR Utama, mengutip siaran pers perusahaan.
Sebelumnya, pada Mei 2019, SMR Utama mengantongi kontrak baru dari Berau Coal. Kontrak itu, berupa penggarapan site Sambarata milik Berau Coal. Berdurasi 4-5 lima tahun. Proyeksi itu, mulai digarap pada semester dua edisi 2019 lalu.
Karena itu, pengerjaan kontrak baru tersebut belum memiliki kontribusi besar terhadap total pendapatan periode 2019.
SMR Utama memiliki kontrak dengan Berau Coal, dan Gunung Bara Utama. SMR Utama mendapat kontrak selama lima tahun ke depan dengan besar 81 juta bank cubic meter untuk pengupasan lapisan tanah.
Lalu, 5 juta ton batu bara mulai dikerjakan sejak edisi 2018. Komposisi pendapatan 90 persen dari Berau Coal, kemudian sekitar 10 persen dari Gunung Bara Utama.
“Karena sudah terikat kontrak, kita belum ada dampak dari penurunan harga batu bara, malah ada tambahan kontrak baru,” tukas Ricky Kosasih, Corporate Secretary SMR Utama, masih dalam siaran pers yang sama.
Sekadar informasi, mengutip laman resmi PT Ricobana Abadi, perusahaan tambang tersebut didirikan pada 19 Februari 1981. Ricobana Abadi bergerak di bidang servis kontrak alat-alat berat dan penyediaan suku cadangnya.
Seiring dengan meningkatnya kebutuhan alat berat di dalam negeri yang pesat, Ricobana Abadi membentuk divisi penyewaan alat berat dan kontraktor di tahun 1985.
Diawali dengan jasa penyewaan buldozer dan excavator untuk kebutuhan penambangan, PT Tambang Batubara Bukit Asam Persero di Tanjung Enim, Sumatera Selatan.
Pada 27 Maret 1986, PT Ricobana Abadi ditunjuk sebagai agen tunggal untuk pemasaran suku cadang alat-alat merk Kobelco oleh Kobelco International(s) CO, Pte. Ltd (KISCO) Jepang, hingga tahun 1998.
Pada Mei 1999 adalah awal PT Ricobana Abadi menjadi kontraktor penambangan melalui proyek Penambangan Nickel di lokasi Pulau Gee, Halmahera, Maluku Utara yang merupakan konsesi PT Aneka Tambang tbk.
Hingga saat PT Ricobana Abadi telah berpengalaman dan masih mengerjakan proyek tambang, khususnya di wilayah Kalimantan Timur (Kaltim).
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kadisnakertrans) Kabupaten Berau Zulkifli Azhar, menyatakan pihaknya sudah mendapatkan informasi tutupnya operasi tambang di perusahaan tersebut, namun belum dapat dipastikan proses pemutusan kerja para karyawan perusahaan.
“Dari informasi yang kami terima, jumlahnya sekitar ratusan. Kami belum terima angka pastinya,” terang Kadisnakertrans Zulkifli Azhar.
Dia meluruskan informasi yang telah tayang di laman berauterkini.co.id, ihwal jumlah karyawan yang mencapai ribuan yang bakal terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Saya tegaskan, angkanya itu saya taksir tidak sampai ribuan. Kemarin itu penulisannya keliru. Mungkin sampai kalau ratusan,” jelasnya.
Pihaknya pun berkomitmen untuk memberikan pengawasan terhadap pemberian hak para karyawan, bila perusahaan tersebut resmi tutup operasi.
Dengan mengawal pemenuhan hak sesuai perundangan yang berlaku, di Undang-undang (UU) Nomor 6/2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2/2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.
“Kami komitmen soal itu,” tegas Zulkifli. (*)
Reporter : Sulaiman
Editor : s4h