Foto: Museum Bariwakkal jadi salah satu cagar budaya yang dimiliki oleh Berau

TANJUNG REDEB – Aset cagar budaya di Berau terus diupayakan terdaftar di Kementerian Pendidikan dan Budaya (Kemendikbud) RI. Agar tercatat sebagai aset yang dapat dijadikan kekayaan budaya di daerah.

Sebagai daerah wisata, dianggap penting untuk mendaftarkan seluruh aset yang dimiliki. Agar dapat terhindar dari pengklaiman sepihak dan bahkan perusakan aset cagar budaya.

Belum lama ini, diketahui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Berau melakukan koordinasi dengan Pemprov Kaltim dalam membantu mencatatkan seluruh aset yang dimiliki.

Menurut Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XIV Kaltim, T. Lestari, sebenarnya upaya tersebut dapat dilakukan secara mandiri oleh pemerintah daerah. Melalui pembentukan Tim Ahli Cagar Budaya alias TACB.

Nantinya, TACB bakal melakukan penelusuran terhadap Objek yang Diduga Cagar Budaya (ODCB). Diketahui di Berau terdapat sebanyak 123 ODCB yang tersebar di 13 kecamatan. Untuk kemudian bakal dijadikan OPK alias Objek Pemajuan Kebudayaan.

“Jadi dari Berau akan dapat dengan cepat mendapatkan data valid yang kemudian didaftarkan ke nasional melalui TACB,” jelasnya.

Data-data yang dikumpulkan oleh tim TACB akan mempermudah Berau untuk mendapatkan cagar budaya yang memiliki legalitas yang jelas. Serta dapat dipertanggungjawabkan secara nasional.

Selain itu, peran aktif masyarakat dalam memberikan petunjuk dalam proses penelitian juga dianggap menjadi salah satu faktor penting terkait upaya tersebut.

“Jadi pemanfaatan ruang publik dapat menjadi tindak lanjut dari proses penelitian,” ucap dia.

Secara teknis, untuk teknik pengumpulan data yang dilakukan di Berau meliputi studi pustaka, survei arkeologi, dan metode etnografi.

Studi pustaka dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan informasi awal mengenai sejarah, budaya, kondisi geografis, dan sosial budaya masyarakat Berau.

Survei arkeologi dilaksanakan dengan cara menelusuri wilayah kerajaan Sambaliung, Gunung Tabur, lokasi pemukiman tradisional, Gua Prasejarah, serta tradisi penguburan yang berada di Berau.

Kemudian survei dilakukan dengan mendata tinggalan arkeologi meliputi; data sejarah, lingkungan fisik (geografi), artefak, dan toponimi.

Metode etnografi dilakukan dengan teknik pengumpulan data berupa observasi atau pengamatan langsung terhadap aktivitas dan perilaku dari masyarakat yang berada di wilayah penelitian, khususnya yang terdapat tinggalan arkeologinya.

Pengumpulan data juga dilakukan dengan cara wawancara mendalam untuk mengetahui informasi terkait kebudayaan masyarakat kabupaten Berau.

“Wawancara mendalam dilakukan untuk mengungkap makna kebudayaan yang tidak terlihat secara fisik,” beber dia. (*/ADV)

Reporter: Sulaiman