Foto: Ketua DPRD Berau Madri Pani.
TANJUNG REDEB, – Bupati Berau, Sri Juniarsih, mengeluarkan surat edaran nomor 500/395/PSDA tentang Penertiban Bahan Bakar Minyak (BBM) di Kabupaten Berau. Hal ini mengacu pada pelarangan terhadap penjualan Bahan Bakar Minyak (BBM) eceran tanpa izin.
Edaran itu tertuang dalam Pasal 5 Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Berau nomor 13 tahun 2012 tentang Ketertiban Umum dan UU RI Nomor 22 tahun 2001 pasal 53 huruf D.
Dalam surat tersebut, tertuang bahwa pengisian BBM untuk kendaraan roda 2 dan roda 4 tidak diperbolehkan mengisi secara berulang-ulang dalam kurun waktu 24 jam.
Tidak hanya penjualan BBM eceran yang dilarang, setiap petugas SPBU/APMS maupun sub penyalur hanya boleh mengisi BBM sesuai standar normal tangki masing-masing kendaraan. SPBU atau APMS dilarang melayani kendaraan roda 2 maupun roda 4 yang telah melakukan modifikasi tangki minyak kendaraannya.
SPBU atau APMS dijelaskan dalam edaran itu, akan diberikan sanksi pencabutan SIUP dan mencabut rekomendasi izin SPBU atau APMS apabila terbukti melayani pembeli BBM tidak sesuai ketentuan yang berlaku.
Merespon hal itu, Ketua DPRD Berau, Madri Pani, menuturkan, sah saja jika seorang bupati mengeluarkan surat edaran tersebut, yang terpenting tidak bertentangan dengan aturan dan tidak ada aturan di SPBU, yang melarang masyarakat mengisi lebih dari satu kali.
Dijelaskan Madri Pani, yang harus dilakukan pemerintah daerah adalah melakukan kajian atau evaluasi, berapa jumlah penduduk, berapa penambahan jumlah penduduk, berapa jumlah kendaraan, baik motor maupun mobil. Harusnya, kepala daerah melalui Kabag Perekonomian katanya, meminta data berapa kuota BBM untuk Berau yang diberikan.
“Artinya, jatah untuk Berau jangan dilarikan ke lain. Harusnya ada usaha dari Pemda untuk meminta usulan kuota tambahan, supaya kebutuhan masyarakat terpenuhi,” katanya.
Ia mencontohkan, saat ini jika jatahnya besar, maka dipastikan SPBU akan buka 24 jam. Permasalahan sekarang menurutnya, kenapa banyak masyarakat yang mengetap, karena itu dianggap membantu masyarakat yang lain juga. Masyarakat terjauh misal Kelay, Segah, dan daerah lainnya, kalau dilihat keperluan subisidi ini termasuk pertanian dan perikanan, apakah ada data terkait kebutuhannya.
“Termasuk plat merah atau perusahaan, apakah boleh mengisi di SPBU,” bebernya.
Dilanjutkan Madri Pani, bagaimana masyarakat tidak melakukan pengetapan ialah dengan pembukaan SPBU 24 jam. Karena ketentuan berdirinya SPBU itu harus buka 24 jam, seperti daeah lainnya. Dirinya pun menyesalkan Forkopimda tidak dilibatkan terkait hal ini.
“Bagaimana mau memberi solusi. Jangan sampai membuat aturan yang saklak, tetapi tidak ada solusi untuk masyarakat,” tegasnya.
Ia khawatir, jika pengetap dihilangkan akan berdampak luas pada masyarakat. Ia mengatakan, jika ada kendaraan yang kehabisan BBM pada tengah malam, dan tidak ada SPBU yang buka, siapa yang mengisi selain para penjual eceran yang mendapatkan BBM dari pengetap. Karena itu, menurutnya lebih baik ditertibkan, boleh saja mengetap, asal ada batasan, misal satu drum saja.
“Apakah ada jaminan, BBM bersubsidi ini sampai ke hilir. Ini tidak pernah ada jaminan,” ungkapnya.
Politikus NasDem ini menambahkan, apakah Pemkab Berau tahu berapa kuota BBM untuk Berau, berapa tiba di Jobber. Jika tidak ada pengawasan, tentu saja bisa dilarikan ke daerah lain.
“Saya pernah sidak, dan kuota ke luar Berau lebih besar. Padahal itu untuk Berau,” ucapnya.
Dirinya tidak menyalahkan siapa-siapa terkait edaran tersebut, namun harus ada kajian ulang akan hal ini, agar tidak mengobarkan masyarakat yang bekerja sebagai pengetap. Jangan sampai edaran yang dikeluarkan justru menimbulkan angka pengangguran dan kriminalitas cukup tinggi. Bahkan Madri Pani, meminta bupati untuk duduk bersama dengan pelaku usaha, agar bisa bersama-sama data terkait kebutuhan BBM di Berau.
“Saya tidak mau pencitraan, saya tidak membenarkan adanya pengetap yang berlebihan. Tapi saya harap ada kajian ulang. Jangan sampai malah merugikan perekonomian masyarakat,” ucapnya. (adv)
Reporter: Hendra