Foto: Aksi unjuk rasa yang dilaksanakan serikat buruh pada, Rabu (09/08/2023)
TANJUNG REDEB – Seorang karyawan PT Bukit Makmur Mandiri Utama (BUMA) Jobsite Lati disebut mengalami pemutusan hubungan kerja sepihak. Menurut keterangan pihak karyawan, sebagaimana dimuat di beberapa media, PHK sepihak berawal ketika ia hendak memperpanjang ID card (kartu identitas). Masa berlaku ID Card karyawan tersebut habis pada 17 Juni, sementara kartu tersebut diperlukan untuk memasuki area tambang.
Karyawan yang hendak memperpanjang ID card, sesuai peraturan perusahaan, wajib lulus uji Kelompok Materi Pelatihan Dasar (KMPD). Uji kompetensi tersebut diadakan PT Berau Coal. Masih menurut keterangan karyawan yang bersangkutan, ia telah menerima sertifikat KMPD tersebut.
Akan tetapi, sepekan kemudian, yang bersangkutan diminta mengulangi uji KMPD. Karyawan tersebut mengatakan, sertifikatnya tidak sah. Penyebabnya karena ia tidak mengaktifkan kamera yang menampakkan wajah saat uji KMPD. Ia pun dianggap melakukan kecurangan.
Menanggapi hal tersebut, BUMA Jobsite Lati angkat suara. Erwin H Gultom selaku Industrial & External Relations Superintendent BUMA Jobsite Lati menguraikan penjelasan.
Pertama, mengenai sertifikat KMPD. Erwin mengatakan, uji KMPD merupakan satu dari sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi karyawan BUMA dalam uji kompetensi Sistem Manajemen Kursus (SIMAK) K3L PT Berau Coal.
Uji kompetensi SIMAK K3L tersebut dilaksanakan mengikutiperaturan tentang implementasi ujian berbasis sistem pengawasan online (proctoring). Hal ini sebenarnya telah disosialisasikan kepada seluruh pekerja.
“Dalam ujian tersebut, peserta diwajibkan memenuhi beberapa ketentuan. Jika ditemukan pelanggaran atau indikasi cheating (kecurangan) dalam pelaksanaan ujian, peserta akan diminta mengulangi ujian,” jelas Erwin.
Karyawan yang bersangkutan di atas, yakni Saudara W, disebut mengikuti ujian KMPD pada 25 Mei 2023. Berdasarkan evaluasi PT Berau Coal, jelas Erwin, tiga peserta dinyatakan melanggar sistem proctoring atau pengawasan online. Satu di antara peserta itu adalah Saudara W.
“Maka, sesuai mekanisme yang berlaku, sertifikat kelulusan KMPD ketiga pekerja yang terbit pada 25 Mei 2023dinyatakan tidak sah oleh sistem HSE Automation PT Berau Coal,” tegas Erwin.
Ia melanjutkan, akibat pelanggaran tersebut, BUMA bahkan diwajibkan membuat berita acara dan komitmen pimpinan. Hal itu bertujuan untuk memastikan proses pembelajaran berjalan sebagaimana mekanisme. Selain itu, peserta uji kompetensi dari BUMA diminta tidak mengulangi pelanggaran atau kecurangan tersebut. Pekerja yang terdata melakukan kecurangan juga diharuskan mengulangi uji kompetensi.
“Setelah mendapatkan instruksi dari PT Berau Coal, BUMA melalui atasan dan admin section menyampaikan perihal pelanggaran ujian tersebut. Sertifikat KMPD yang bersangkutan telah ditarik atau dinyatakan tidak sah. Saudara W kemudian diarahkan untuk mengulangi ujian,” sambung Erwin.
Namun demikian, Erwin menambahkan, Saudara W tidak mau menerima arahan tersebut kendati telah berkali-kali disampaikan. Karyawan tersebut juga disebut selalu menolak ketika diminta mengikuti ujian ulang. Hal inilah yangmengakibatkan SID atau working permit yang bersangkutan habis masa berlakunya atau expired.
PHK Tak Berkaitan dengan KMPD
Penjelasan kedua, mengenai tudingan PHK sepihak. Erwin menekankan bahwa PHK kepada karyawan yang bersangkutan bukan karena permasalahan ID Card mati (not passed) ataupun sertifikat KMPD. Alasan PHK terhadap karyawan tersebut, tegas Erwin, karena yang bersangkutan melakukan pelanggaran bertingkat. Mekanisme PHK ini sesuai dengan perjanjian kerja bersama atau PKB.
Erwin menjelaskan pelanggaran bertingkat yang dimaksud. Pada 25 Mei 2023, yang bersangkutan disebut menerima sanksi surat peringatan (SP) 3. Sanksi SP 3 ini diberikan karena pelanggaran lain yang telah dilakukan karyawan tersebut. Sayangnya, semasa sanksi SP 3 itu masih berlaku, karyawan yang bersangkutan kembali melakukan pelanggaran. Setidaknya, jelas Erwin, ada dua pelanggaran yang dilakukan Saudara W dalam periode sanksi SP 3 tadi.
Pelanggaran pertama, yang bersangkutan tidak mematuhi perintah/pengarahan atasan. Saudara W disebut telah diarahkan berkali-kali namun tidak mau melaksanakan arahan tersebut. Sanksinya adalah SP 1.
Pelanggaran kedua, Saudara W disebut tidak mematuhi dan/atau tidak mengikuti perintah-perintah yang diumumkan perusahaan. Hal ini sehubungan dengan surat edaran yang berisi bahwa pekerja wajib memenuhi 100 persen kompetensi working permit. Sanksinya juga SP 1.
Erwin menguraikan bahwa dalam proses penyegaran (refresh) melalui pemenuhan kompetensi working permit, karyawan yang bersangkutan telah berkali-kali diarahkan admin section-nya untuk mengikuti ujian ulang KMPD. Hal itu sesuai arahan PT Berau Coal. “Akan tetapi, Saudara W menolak arahan tersebut dan bahkan menunjukkan sikap yang tidak kooperatif kepada atasannya,” jelas Erwin.
Dengan demikian, karyawan W yang sedang menerima sanksi SP 3 dan ditambah dua pelanggaran dengan sanksi SP 1, secara otomatis menjadi pelanggaran bertingkat. Pelanggaran bertingkat itu akhirnya berdampak kepada PHK.
“Manajemen BUMA sangat menyayangkan sikap Saudara W. Kalau saja yang bersangkutan bersikap kooperatif mengikuti arahan atasan untuk memenuhi kompetensi working permit, tentu permasalahan ini tidak perlu terjadi,” terang Erwin.
Lagi pula, sambungnya, tidak ada sanksi bagi pekerja yang mengulangi uji kompetensi. Ketika gagal, peserta bahkan tetap diberikan pelatihan lanjutan oleh perusahaan demi memenuhi kompetensinya. Semua itu karena perusahaan menyadari bahwa uji kompetensi seperti KMPD merupakan aspek yang sangat penting untuk menjaga keselamatan kerja di lingkungan pertambangan. (*)