Foto: Peserta didik SDN 002 Merapun, Kecamatan Kelay, mengikuti upacara bendera di halaman sekolah.

KELAY – Kekesalan Akmal Milang kian tak terbendung. Kepala Sekolah di SDN 002 Merapun, Kampung Merapun, Kecamatan Kelay itu muak lantaran merasa tak juga mendapat perhatian. Bagaimana tidak, berdiri sejak 2014 lalu, sekolah yang ia pimpin mulai 2017 lalu itu belum juga dapat sentuhan pembangunan pemerintah.

Sabtu (15/7/2023) Kemarin, Akmal bercengkrama dengan awak Berau Terkini. Bahas panjang soal nasib pendidikan anak perbatasan Berau-Kutai Timur. Boleh dikatakan juga, bila SDN 002 Merapun merupakan potret wajah pendidikan Bumi Batiwakkal ketika warga yang akan masuk wilayah Berau via jalur darat.

Bila ditinjau secara kasat mata, memang sekolah di perbatasan kabupaten itu tak tampak sebagai sekolah kumuh. Namun siapa sangka, bila setiap hari terdapat ratusan murid yang ngantri bergantian masuk kelas.

Bagaimana tidak, 4 ruang kelas harus menjadi ruang transformasi ilmu dari guru dan murid sebanyak 264 orang. Di lokasi sekolah seluas 3 hektare itu, sebenarnya memiliki 6 ruangan. Satu ruangan dipakai sebagai ruang guru, sementara satu ruangan dibagi ke murid SMP 6 satu atap Kelay.

“Jadi efektif kami pakai 4 ruangan aja, itu sangat kurang,” ujar Akmal.

Dia menceritakan, pada awal pembangunan gedung sekolah tersebut memang tak disediakan ruang khusus untuk guru dan kepala sekolah. Sehingga satu ruangan dimanfaatkan sebagai ruang istirahat dan rapat 18 orang guru dan kepala sekolah.

“Memang semuanya difungsikan sebagai ruang belajar. Tapi kebijakan sekolah harus mengambil satu ruangan untuk ruang guru,” beber dia.

Semakin meningkatnya jumlah murid di SDN 002 Merapun, dan ketersediaan ruang belajar yang minim. Membuat pihak sekolah mesti menerapkan sistem belajar 3 shift.

Dalam teknisnya, proses kegiatan belajar mengajar (KBM) dimulai pukul 07.20 Wita murid kelas I dan II yang terbagi kelas A dan B belajar hingga pukul 09.00 Wita. Kemudian kelas III dan IV belajar setelahnya, hingga pukul 12.00 Wita. Kemudian kelas V dan VI melanjutkan KBM hingga pukul 15.00 Wita.

Setiap hari kondisi itu berjalan demikian. Padahal statusnya merupakan sekolah negeri yang menjadi tanggungjawab daerah yang mesti menyiapkan sarana dan prasarana yang layak bagi pendidikan anak masa depan bangsa.

Kondisi itu tentu berpengaruh terhadap efektivitas proses KBM. Setiap belajar, guru mesti berburu dengan waktu. Mengingat saat sedang belajar, guru harus memastikan kondisi anak yang bakal belajar selanjutnya bisa masuk tepat waktu.

“Setiap hari kami lalui KBM seperti itu mas, dan itu sangat tidak efektif,” ujar dia.

Paham dengan situasi yang semakin mendesak. Akmal mengaku kerap mengadu ke pemerintah. Mulai dari tingkat kampung sampai pemerintah tertinggi di kabupaten yakni melalui OPD terkait. Tapi hingga kini, belum juga mendapat respon berarti.

Bahkan, awal bulan lalu ia sempat ikut dalam agenda Musyawarah Rencana Pembangunan alias Musrenbang kegiatan APBD 2024. Saat itu hadir para pejabat pengambil kebijakan. Sialnya, selain permasalahan sekolah tak tersampaikan saat itu, dirinya pun tak diberi kesempatan untuk menyampaikan keluhan murid SDN 002 Merapun.

Bahkan dirinya sudah kerap mengirimkan proposal penambahan ruang belajar ke Disdik Berau. Namun hingga saat ini belum juga temui jalan terang. Akmal mengaku, pernah dia mendapatkan informasi bila ada rencana  pembangunan gedung baru. Akan tetapi kalah dalam politik anggaran saat penentuan kegiatan pembangunan daerah.

“Jadi kami ini semakin merasa dianaktirikan mas. Tidak dipedulikan kemajuan pendidikan kami,” ujarnya.

Ia mengakui pula, pernah mengajukan bantuan ke perusahaan perkebunan di sekitar Kecamatan Kelay. Terdapat 5 perusahaan perkebunan sawit yang operasi di wilayah itu, belum ada satupun yang memberikan bantuan.

Dia pernah mendapatkan konfirmasi perusahaan, dana coorporate social responsibility alias CSR perusahaan diberikan ke kampung berupa dana mentah. Sementara kampung tidak memprioritaskan pembangunan SDN 002 Merapun sebagai kebutuhan mendesak.

“Jadi memang kami sudah anak tiri mulai dari kampung. Kami mohon bantu kami, agar anak-anak tidak susah dalam belajar,” beber dia.

Saat ini, ia hanya berharap pada hati pemimpin daerah. Yang mau memperhatikan nasib pendidikan di perbatasan. Bila pembangunan itu terwujud, dipastikan proses pendidikan dapat berjalan normal dan mampu membangun mewujudkan cita-cita anak didik.

“hanya bisa menunggu dan terus menunggu sambil berharap akan ada keajaiban nantinya,” ucapnya.

Sebagai informasi, Kampung Merapun, Kecamatan Kelay, merupakan kawasan yang termasuk dalam blank spot. Alias tak terjamah jaringan internet. Bahkan belum dialiri listrik, selain listrik yang berasal dari tenaga surya. (*)

Reporter: Sulaiman