Foto: Aktivitas Bandara Kalimarau sebelum pandemi 2020 lalu.

TANJUNG REDEB – ‘Kembalikan Kejayaan Bandara Kalimarau’ kata itu yang cukup menggambarkan semangat baru pengelola Badan Layanan Umum (BLU) kelas I di wilayah Utara Kaltim itu. Terseok pasca Pandemi Covid-19 medio 2020-2022 lalu, menjadikan bandara tersebut pun mendapat sorotan.

Bandara Kalimarau kini menjadi harapan pertumbuhan ekonomi di Bumi Batiwakkal. Sebagai pintu gerbang dalam mewujudkan otonomi daerah. Termasuk juga mensejahterakan publik Sanggam.

Minimnya gerakan pengelola bandara saat masuk era kehidupan normal baru alias new normal pasca pandemi, membuat bandara andalan itu tak disibukkan dengan aktivitas penerbangan. Hanya dua maskapai yakni Citilink dan Wings Air.

Untuk menikmati pelayanan dari dua pesawat berbadan kecil itu pun calon penumpang mesti merogoh kocek sampai Rp 1,8 juta untuk ke Balikpapan. Sementara ke Jakarta, harus ditukar dengan uang senilai Rp 3 juta. Angka yang sangat besar untuk penebangan pesawat dengan baling-baling.

Semua keluhan itu diutarakan unsur forum komunikasi pimpinan daerah, dalam agenda rapat koordinasi yang dikemas dalam suasana santai. Bertajuk “coffee afternoon percepatan peningkatan ekonomi dan wisata Kabupaten Berau melalui moda transportasi udara”. Berhadapan langsung dengan petinggi Bandara Kalimarau hingga Otoritas Bandar Udara Wilayah VII Kalimantan.

Wakil Bupati Berau Gamalis menyampaikan keluhan warganya terkait harga tiket. Bukan saja warga Bumi Batiwakkal, namun juga para pelancong asal luar daerah. “Tiketnya mahal betul pak” kira-kira demikian keluh orang yang bertemu dengannya.

“Itu suara penumpang kita. Baik yang dari Berau atau luar daerah,” kata Gamalis.

Puluhan destinasi wisata yang mengalami kemajuan drastis dari sisi pengelolaan dan pengembangan, akan dirasa sia-sia. Bila tak ada orang yang mau berkunjung. Meskipun ia tak memungkiri ke Berau dapat diakses lewat darat. Namun waktu dan jarak tempuh, membuat masa termakan banyak. Sementara tujuannya liburan.

Sehingga, syarat utama kata Gamalis, dalan meningkatkan wisata di Berau dengan membenahi jalur penerbangan di Bandara Kalimarau. Dengan mendatangkan pesawat berbadan besar. Dengan kapasitas penumpang capai ratusan dalam sekali penerbangan.

Selain dimanfaatkan oleh warga luar daerah yang ingin liburan. Ia memastikan anak daerah yang berada di luar kota juga ingin menikmati penerbangan yang murah meriah. Sama dengan Kondisi pada Medio 2019 lalu. Yang hanya seharga Rp 450-700 ribu saja.

“Memang butuh hitung-hitungan matang. Mungkin ke depan kita bisa bertemu khusus untuk bahas harga tiket dan penambahan maskapai,” ujarnya.

Kemudian, Ketua DPRD Berau Madri Pani yang juga turut hadir dalam agenda diskusi santai itu. Turut curhat. Selain mengenai harga tiket. Dia juga mengutarakan adanya monopoli harga tiket. Yang menyebabkan tiket penerbangan harus dibeli dengan harga selangit.

“Jangan sampai anggapan ini benar. Kalau dua maskapai yang ada ini seenaknya saja menentukan harga tiket. Yang rasakan masyarakat loh,” kata Madri tegas.

Ia pun meminta kepada pengelola Bandara Kalimarau dan Otorotas Bandara untuk merumuskan formula khusus untuk menekan harga tiket. Minimal tak jauh angkanya dari harga sebelum pandemi. Agar mimpi yang digantungkan di Bandara Kalimarau dapat dijawab dengan tingkat kunjungan ke Bumi Batiwakkal.

“Kalau tiket ini mahal ya bu. Yakin saya kerja-kerja pariwisata akan mandeg. Datangkan lah pesawat besar ke sini bu. Biar harga tiket tidak semahal ini,” pintanya.

Menjawab itu, Endah Purnamasari Otoritas Bandar Udara Wilayah VII Kaltim mengatakan, Bandara Kalimarau sangat memiliki potensi untuk mendapatkan kesempatan penambahan maskapai. Sebab standar bandara saat ini sudah memadai untuk dijadikan landasan pesawat bermesin jet.

Diketahui, medio 1990-an lalu Berau memiliki panjang runway hanya sekitar 600 meter. Yang hanya dapat dilintasi pesawat jenis MAF 506 dengan kapasitas penumpang 5 orang.

Pada periode yang sama dilakukan peningkatan dengan pesawat yang mendarat dengan jenis Cassa dengan Airlines Deraya, Pelita, Asahi, DAS dengan type 100 dan 200 dengan menggunakan landasan lama yang berada tepat di sisi jalan raya Teluk Bayur.

Berkembang lagi pada 2002 lalu. Pesawat yang bisa mendarat jenis ATR 42 milik perusahaan penerbangan yang beroperasi di Kalimarau seperti Deraya, DAS, dan Kal Star.

Pada 2008 Kalimarau naik kelas dari kelas IV menjadi Bandar Udara Kelas II. Dengan ditunjuknya Kaltim sebagai tuan rumah Pekan Olahraga Nasional (PON) 2008, aktivitas Bandara Kalimarau semakin pesat.

Kemudian pada 2010, Bandara Kalimarau dilakukan pengembangan pembangunan gedung terminal baru. Pada 2011 landasan pacu dimekarkan, dari 1.850 meter kali 30 meter menjadi 2.250 meter kali kali 45 meter dan diresmikan pada tahun 2012.

“Dari sisi infrastrukur sudah sangat mendukung. Layak dijadikan landasan pesawat bermesin jet,” ujarnya.

Hanya saja, dia memberi catatan. Bandara Kalimarau tidak dapat dikembangkan melalui kekuatan manajemen internal saja. Dibutuhkan jurus khusus dan partisipasi aktif pemerintah hingga perusahaan swasta pun yang berstatus BUMN.

Dalam strategi memancing maskapai, biasanya dilakukan dengan pembelian kursi langsung. Atau dikenal dengan blockseat. Setiap stakeholder bekerjasama untuk membeli kursi penumpang. Minimal 40 kursi, untuk pesawat dengan kapasitas 100-an penumpang.

Semakin tinggi perjalanan dinas baik pemerintah maupun perusahaan diyakini dapat menarik lirikan penguasa maskapai. Untuk kembali mengoperasikan maskapainya. Setelah aktivitas bandara terlihat sibuk dengan take off maupun landing pesawat.

“Itu alternatif pertama. Pakai skema block seat,” tutur dia.

Setelahnya pemerintah daerah juga memastikan demand alias permintaan penumpang secara mandiri. Bila data-data kebutuhan maskapai dapat terpenuhi, tak menutup kemungkinan dalam waktu singkat Bandara Kalimarau dapat kembali berjaya.

Sebab, dari data yang ia terima. Salah satu perusahaan swasta di Berau memiliki 23 ribu karyawan. Yang setiap minggunya terdapat 50-an karyawan cuti dan berpotensi jadi calon penumpang.

“Angka itu luar biasa. Bisa memenuhi seat yang ada di pesawat. Belum lagi perjalanan dinas 40 OPD yang ada di Berau,” beber dia kembali.

Sementara itu, Kepala Kantor BLU Kalimarau Berau Ferdinan Nurdin, sebagai nahkoda baru mengutarakan komitmennya mengembalikan gairah ekonomi di Bandara Kalimarau.

Ia membeberkan PR besar setelah dirinya ditugaskan oleh Dirjen Penerbangan Udara, Kementerian Perhubungan RI. Salah satunya memaksimalkan penanaman investasi swasta di Bandara yang berstatus sebagai BLU itu.

Dalam waktu dekat ini, ia memastikan bakal ada perusahaan penerbangan helikopter yang bakal investasi di Bandara Kalimarau. Yakni Whitesky Aviation. Dengan mengukur kebutuhan penerbangan darurat yang langsung mengirimkan penumpang dengan jarak menengah.

“Saya miliki prinsip gerak cepat dan terukur. Tidak bisa kerja lambat. Karena perubahan di Bandara ini harus cepat,” ucap mantan Kepala Bandara di Kota Baru, Kalimantan Selatan itu.

Ia menargetkan aktivitas ekonomi di Bandara Kalimarau kembali menggeliat dalam masa 100 hari kerja. Mengembalikan citra Bandara Kalimarau untuk kembali mendapatkan gelar ‘The Best Airport’ selama lima tahun ke belakang. Yang terakhir didapatkan pada 2019 lalu.

“Saya yakin dengan SDM yang ada di Bandara Kalimarau. Teman-teman saya orang yang punya pengalaman. Dukung dan doakan saja kami,” sebut dia.

Dia juga menerangkan kembali ihwal dukungan pemerintah. Demi kembali menggeliatkan sektor wisata di Berau. Setiap titik destinasi mesti memilili konektivitas yang memadai. Dalam hal ini terkait infrastrukur menuju lokasi wisata.

Sebab dari situ dapat mengundang gairah wisawatan untuk datang dan kembali berwisata di Berau. Tak menutup kemungkinan dari cara itu pula bakal meningkatkan demand di sektor penerbangan udara.

“Ini butuh kolaborasi, koordinasi, dan komunikasi yang apik antara stakeholder. Kami siap dilibatkan dalam agenda-agenda strategis pemerintah,” tegas dia. (*)

Reporter: Sulaiman