TANJUNG REDEB – Disbun Berau mengungkap penyebab di balik kenaikan harga kakao yang terjadi setiap tahunnya.

Dinas Perkebunan (Disbun) Berau mengungkapkan penyebab utama naiknya harga kakao secara konsisten setiap tahun.

Kepala Disbun Berau, Lita Handini menjelaskan bahwa kenaikan harga kakao ini dipicu oleh meningkatnya permintaan pasar dunia dan menurunnya produksi kakao di sejumlah negara penghasil.

“Jadi memang faktor global sangat memengaruhi harga komoditas tersebut. Tren kenaikan harga kakao tidak hanya terjadi di Berau, tetapi merupakan dampak dari dinamika pasar global, sehingga beberapa daerah pun pasti mengalami kenaikan harga kakao,” ujarnya saat dihubungi Berauterkini.co.id, Kamis (21/8/2025)

Terlebih ia bilang, negara terbesar yang menghasilkan kakao seperti di Afrika dan Amerika Latin, kebunnya saat ini sedang bermasalah. Di mana, terjadi serangan hama yang luar biasa. Sehingga hal ini membuat produksi pada komoditas ini anjlok dan harga menjadi tinggi.

“Tapi mungkin nanti dua sampai tiga tahun ke depan harga kakao diprediksi akan menurun, tidak sebagus sekarang. Karena mungkin negara penghasil kakao tersebut sudah pulih kan produksinya. Jadi kondisi sekarang dimanapun harga kakao tidak akan murah, bukan di Berau saja,” jelasnya.

Tak hanya di negara penghasil, Lita Handini bilang, di Berau produksi kakao diprediksi akan mengalami penurunan sebesar 40 persen di tahun ini akibat musibah banjir yang terjadi pada April 2025.

Selain itu, naiknya biaya produksi dan distribusi juga turut berkontribusi terhadap peningkatan harga kakao. Meskipun produksi kakao masih stabil, petani tetap merasakan dampak positif dari kenaikan harga karena nilai jual hasil panen mereka ikut meningkat.

Kepala Disbun Berau Lita Handini
Kepala Disbun Berau Lita Handini (Nadya Zahira/BT)

“Sebenarnya kalau saya senang, harga kakao itu naik karena artinya petani itu sejahtera. Karena ini merupakan usaha mereka dalam merawat tanaman kakao itu. Petani kita juga bisa mendapat keuntungan lebih tinggi, tapi tantangannya adalah menjaga kualitas biji kakao agar tetap bersaing di pasar,” tambahnya.

Lebih lanjut, Lita merincikan harga kakao di Berau pada awalnya hanya Rp 35.000 per kilogram (kg), lalu naik sampi Rp 60.000 – Rp 70.000 per kg pada tahun 2023.

Kemudian, naiknya bertahap sampai dengan tahun ini, harganya paling rendah Rp 100.000 – Rp 120.000 per kg. Disbun Berau mencatat bahwa harga kakao pada tahun ini naik sekitar 15 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Untuk menjaga keberlanjutan produksi, pemerintah daerah terus mendorong program pendampingan teknis dan pemberian bantuan sarana pertanian kepada para petani kakao.

Tak hanya itu, Lita bilang, pihaknya juga terus membantu petani kakao di Berau dengan memberikan pupuk, bantuan pestisida nabati untuk hama penyakit, hingga menyelenggarakan pembinaan untuk para petani di komoditas ini.

“Jadi kami juga memberikan sekolah atau pendidikan untuk mengajari para petani kakao di Berau, di mana kami ajari mereka terkait tata cara budidaya kakao. Lalu tata cara pasca panen, kami juga kasih lantai jemur,” imbuhnya.

Lita Handini menegaskan kepada para petani kakao jika ingin mendapatkan subsidi bibit dari Disbun Berau, maka jangan lagi menaman komoditas ini di lahan yang telah terkena banjir atau di lahan yang rawan banjir

“Kami tegaskan kepada para petani, silahkan cari lahan baru yang tidak berpotensi banjir, maka kami akan memberikan bibit untuk kembali mengembangkan,” tegasnya.

Adapun berdasarkan data dari Disbun Berau, produksi kakao di Berau hingga Semester II Tahun 2024 sebanyak 463,700 kg. Angka ini meningkat dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya yang mencapai 273,314 kg.