TANJUNG REDEB – Sebanyak 34 anak berkebutuhan khusus di Kampung Suaran Sambaliung mendapat pendampingan dari DPPKBP3A Berau.

Bagi sebagian besar keluarga di Kampung Suaran, mendampingi anak berkebutuhan khusus bukan perkara sederhana.

Tetapi kini, sebanyak 34 anak berkebutuhan khusus di kampung itu mendapat kesempatan untuk terus belajar dan berkembang berkat pendampingan dari Dinas Pemberdayaan Perempuan, Keluarga Berencana, Pengendalian Penduduk dan Perlindungan Anak (DPPKBP3A) Berau

Kepala DPPKBP3A Berau, Rabiatul Islamiah, mengungkapkan pendampingan ini bermula dari kegiatan sosialisasi terkait anak berkebutuhan khusus.

Respons masyarakat ternyata di luar dugaan, sejumlah orang tua berbondong-bondong mendaftarkan anak mereka agar mendapat perhatian khusus.

“Dari sosialisasi itu, banyak orang tua langsung mendaftarkan anaknya. Dari situ kami lanjutkan dengan pendampingan,” jelasnya.

Pendampingan tidak dilakukan sendirian. Sejumlah pihak ikut terlibat, mulai dari akademisi, Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI), hingga Evaluasi Program Anak Berkebutuhan Khusus.

Namun, tantangan besar di lapangan tetap ada. Rabiatul menyebut sebagian besar keluarga anak berkebutuhan khusus di Kampung Suaran menghadapi keterbatasan ekonomi. Akibatnya, kebutuhan terapi anak-anak mereka tidak bisa dijalankan secara rutin.

“Idealnya terapi dilakukan minimal dua kali dalam sepekan. Kalau hanya sekali, hasilnya tidak maksimal. Sayangnya, banyak keluarga yang tidak mampu,” terangnya.

Kendala lain datang dari jaminan kesehatan. BPJS hanya menanggung terapi anak berkebutuhan khusus sampai usia tujuh tahun. Padahal, sebagian besar anak berkebutuhan khusus di Kampung Suaran sudah melewati usia tersebut.

“Ini membuat mereka kehilangan akses terapi yang seharusnya terus berlanjut,” tambahnya.

Melihat kondisi itu, DPPKBP3A Berau tengah menyiapkan dua alternatif solusi membawa anak-anak ke Tanjung Redeb agar bisa menjalani terapi di fasilitas yang lebih lengkap, atau mendatangkan langsung tenaga terapi ke Kampung Suaran.

“Dua opsi ini sedang kami pertimbangkan. Yang penting anak-anak tetap bisa mendapatkan terapi secara berkelanjutan,” tegasnya.

Ia menekankan, penanganan anak berkebutuhan khusus bukan hanya tanggung jawab satu pihak. Perlu sinergi antara pemerintah, swasta, hingga masyarakat agar program pendampingan tidak berhenti di tengah jalan.

Menurutnya, memberi ruang bagi anak berkebutuhan khusus untuk berkembang sama artinya dengan berinvestasi bagi masa depan daerah.

“Mereka punya potensi besar. Harapan kita, anak-anak ini bisa tumbuh menjadi generasi penerus yang kuat dan berdaya saing,” pungkasnya. (*)