BERAU TERKINI – Provinsi Kalimantan Timur mencatat total 662 kasus kekerasan hingga 30 Juni 2025. Dari jumlah itu, kasus kekerasan pada anak mendominasi dengan 454 korban.

Angka ini setara dengan 62,97 persen dari keseluruhan korban. Data tersebut dirilis oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kaltim.

Kepala DP3A Kaltim, Noryani Sorayalita, mengungkapkan kekhawatiran angkanya akan terus meningkat.

“Kami berharap angkanya menurun. Dengan 662 kasus di bulan Juni, kami khawatir angka ini akan terus meningkat,” ujar Soraya, Selasa (19/8/2025).

Ia menambahkan, data kasus kekerasan bersifat fluktuatif. Meskipun sempat terjadi penurunan 167 kasus pada 2024, ancaman peningkatan tetap ada. Jenis kekerasan tertinggi adalah kekerasan seksual, diikuti kekerasan fisik dan psikis.

Salah satu faktor utama tingginya kasus kekerasan, terutama pada anak, adalah pengaruh lingkungan, termasuk media sosial. Anak-anak sering mencontoh perilaku kekerasan yang mereka lihat tanpa pengawasan memadai dari orang dewasa.

Oleh karena itu, Soraya menekankan bahwa keluarga harus menjadi garda terdepan dalam pengasuhan. Pemerintah Provinsi Kaltim telah mengeluarkan kebijakan, salah satunya Surat Edaran Gubernur Nomor 463/3397/III/DKP3A/2019 tentang pembatasan penggunaan gawai di keluarga.

Kebijakan ini menjadi upaya untuk mengingatkan pentingnya peran orang tua dalam mendampingi anak-anak saat menggunakan teknologi digital.

Selain itu, pemerintah juga menyediakan layanan konseling dan pendampingan melalui Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA). Program ini bertujuan membekali orang tua dengan pengetahuan yang cukup untuk menerapkan pola asuh disiplin positif.

“Kami ingin keluarga di Kaltim semakin tangguh, berdaya, dan mampu melahirkan generasi yang sehat, cerdas, dan berkarakter,” pungkas Soraya. (*)