Foto: Kuasa hukum Muklas, Fadli

TANJUNG REDEB- Masih ingat Muklas? Tersangka kasus ilegal mining di Kampung Pegat Bukur, Kecamatan Sambaliug yang menambang diareal PT SBE beberapa waktu lalu. Kini, sudah diputus hakim Pengadilan Negeri Tanjung Redeb, dengan kurungan badan 12 bulan.

Namun, penasehat hukum yang mendampingi Muklas, Fadli menilai ada beberapa kejanggalan selama jalannya persidangan hingga putusan yang diberikan.

Menurutnya, ada beberapa kejanggalan yang tidak seharusnya terjadi, selama proses persidangan. Apalagi erat kaitannya dengan proses penegakan hukum. Bahkan, dirinya juga melaporkan perkara itu ke Dewan Pengawas Kehakiman Mahkamah Agung, agar dapat diakukan proses kode etik.

“Biarlah proses kode etik yang membuktikan. Saya punya bukti dan saya punya pernyataan bahwa saya bisa menyampaikan sesuatu terkait dengan pelaporan saya. Dan saya punya dasar yang kuat,” ujarnya.

Menurutnya, banyak kejanggalan dalam persidangan itu yang harus disampaikan ke publik. Diantaranya banyak kejanggalan, dirinya mempertanyakan, mengapa dalam perkara ilegal mining hanya ada satu terpidana yakni Muklas. Yang menjadi pertanyaan kata dia, di mana saksi-saksi yang memiliki keterlibatan langsung dengan terpidana.

“Mana donaturnya, mana yang punya atau alat, atau setidaknya orang-orang yang bertanggungjawab dalam ilegal mining itu,” ungkapnya.

Tidak itu saja, dalam seiring berjalannya waktu dengan proses pembuktian peradilan, masih banyak fakta baru yang ditemukan pihaknya. Seperti, saksi (S) yang statusnya menjadi daftar pencarian orang (DPO), masih berada di Berau namun tidak dihadirkan sebagai saksi.

Padahal kata dia, dirinya masih cukup bebas bertemu dengan S. Dan saksi itu kata Fadli, juga masih beraktivitas bebas.

“kami masih bebas bertemu dengan S. Saya bahkan bebas janjain ketemu di Berau dengan dia, ada rekamannya. Padahal statusnya DPO, kenapa tidak disentuh,” ungkapnya.

Seiring pembuktian di persidangan, bahwa, kliennya ini adalah hanya sebagai operator yang dimana dalam sewa kontrak alat yang digunakan diharuskan tunduk, dan taat terhadap perintahnya yang merental atau yg menyewa alat. Adapun penanggungjawab alat tersebut adalah saksi berinisial JO. Diketahui, alat itu juga disewa dari rental alat berat.

Tapi faktanya yang terungkap, pada saat beroperasi di pegat bukur, penanggungjawab alat berat itu, memang tidak tahu. Karena, kegiatan penambangan batu bara di sana adalah inisiasi dari saksi S yang ditetapkan sebagai DPO, tanpa memberitahu J.

Kemudian, saat Muklas dibawa ke Pegat Bukur, kliennya itu sempat menanyakan terkait legalitas lahan, dan lahan siapa yang akan dikerjakan. Bahkan, pernyataan dari kliennya itu juga masuk dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) bahwa pemilik lahan berinisial KU alias AT.

“Yang mengaku punya lahan ini juga tidak tersentuh. Kemudian untuk S dikatakan Muklas, mengaku yang memegang izin. Jadi disampaikan kepada pak Muklas ini, bahwa lahan yang akan digarap itu aman dan bebas untuk bekerja,” katanya.

Tidak itu saja, sebelum menuju lokasi kegiatan, dari pihak Muklas saat itu, sempat ada komunikasi langsung dengan pihak SBE dengan tujuan izin untuk menuju lokasi. Pihak SBE saat itu juga mengizinkan Muklas beserta alat yang dibawanya melintas dari pos penjagaan.

“Logiknya, tidak mungkin bisa alat itu lewat post penjagaan tanpa dilarang. Itu yang kami buktikan dipengadilan. Kalau tidak diizinkan, tidak mungkin alat itu masuk ke dalam areal PT SBE. Tapi SBE berdalih ada unsur paksaan supaya masuk,” terangnya.

“Kemudian, kami juga bertanya, bagaimana dan dengan cara apa mereka memaksa. Gak semudah itu masuk, apalagi di sana ada petugas keamanan perusahaan,” tambahnya.

Bahkan, pihaknya juga menyertakan bukti kontrak antara pekerja dan penanggungjawab alat dipengadilan. Hanya saja, majelis hakim tidak menaruh penilaian terhadap sederet bukti dan kejanggalan dari kasus yang dialami kliennya.

Di pembuktian itu juga, JO dihadirkan sebagai saksi. Logikanya kata dia, kenapa yang punya alat tidak tersentuh, dan hanya operator yang dikenakan pidana. Padahal, pihaknya sudah membuktikan dipersidangan, seharusnya ada banyak yang terlibat. Apalagi, kliennya saat hendak memulai pekerjaan, juga sudah berhati-hati agar tidak bermasalah.

“Sebelum berkegiatan klien saya sudah menanyakan dan sebagainya. Unsur kehati-hatiannya sudah dilakukan. Cuman lagi-lagi itu dikesampingkan oleh hakim,” ujarnya.

Dia mengakui, dengan segenap fakta dan keterangan yang dibuktikan dipersidangan, dapat meringankan hukuman Muklas. Namun semua itu mental dengan putusan majelis hakim.

“Padahal, kami punya keyakinan, insyAllah Muklas ini mendapatkan keringanan hukuman. Itu keyakinan kami dengan pembuktian yang ada. Meskipun itu ilegal mining, tapi ada faktor yang tidak bisa dikesampingkn. Tapi itu semua tidak ada artinya. Ada apa ini,” jelasnya.

Dan lucu terang Fadli, dalam putusan hakim juga, alat berat yang digunakan untuk melakukan tambang ilegal itu malah dikeluarkan, dan tidak menjadi barang bukti. Menurutnya, jika hakimnya yakin itu masuk pidana, otomatis alat itu dikuasai negara.

“Di mana-mana kalau ada yang ditahan terkait masalah itu, alat yang dia pakai melakukan kejahatan itu ditahan. Dan saya juga diminta intuk tidak menyinggung alat berat itu di proses persidangan. Itu ada apa,saya tidak tahu dasarnya bagaimana,” jelasnya.

Mengenai banyaknya kejanggalan itu, dirinya juga sudah melakukan konsultasi ke Komisi Yudisial, dan dia juga siap meloporkan para hakim ini ke komisi yudisial. Termasuk melaporkan dengan melampirkan bukti adanya oknum di PN Tanjung Redeb yang melakukan permintaan sejumlah uang kepada saksi JO, untuk mengatur terkait putusan muklas.

“Kami punya buktinya, berupa chat. Chat dari saksi J. Karena tidak diberi putusan hukumannya naik menjadi 12 bulan dari vonis 10 bulan. Termasuk melaporkan kejanggalan-kejanggalan yang terjadi dipersidangan itu juga kami laporkan, dan semua bukti kami sudah siapkan,” pungkasnya. (/)

Reporter: Hendra Irawan