TANJUNG REDEB – Pemerintah Kabupaten Berau menyuarakan keprihatinan atas dampak penerapan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya terkait pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Pemkab Berau pun mendorong agar pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) meninjau ulang regulasi tersebut.

Sekretaris Dinas Perikanan Berau, Yunda Zuliarsih, mengungkapkan, terdapat sejumlah persoalan yang muncul akibat sentralisasi kewenangan ke tingkat provinsi. Salah satu yang paling disorot adalah meningkatnya kasus pengeboman ikan di wilayah laut Berau.

“Kasus pengeboman ikan makin marak. Terbaru terjadi di wilayah Biduk-Biduk, dan sebelumnya juga sempat terjadi di zona inti KKP3K KDPS. Tapi di mana peran DKP Provinsi saat itu?” kata Yunda, Jumat (8/8/2025).

Menurutnya, pengelolaan konservasi sepenuhnya oleh Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi melalui UPTD KKP3K KDPS justru berisiko menciptakan konflik baru.

Pasalnya, daerah hanya menjadi penonton, sementara pemprov akan membentuk BLUD (Badan Layanan Umum Daerah), untuk mengelola kawasan tersebut tanpa melibatkan pemkab secara signifikan.

“BLUD akan dikelola penuh oleh provinsi. Sementara Kabupaten Berau yang selama ini berjuang hingga kawasan KKP3K KDPS ditetapkan, tidak mendapatkan apa-apa,” lanjutnya.

Tak hanya itu, aset-aset dan infrastruktur yang telah dibangun di pulau-pulau kecil juga terancam dialihkan sepenuhnya ke provinsi. Hal ini dikhawatirkan akan berdampak terhadap masyarakat pesisir.

“Kalau pengelolaan tidak melibatkan daerah, lalu bagaimana dengan nasib masyarakat pulau-pulau kecil? Potensi konflik sosial sangat besar, dan bila itu terjadi, provinsi bisa saja lepas tangan,” tegasnya.

Ironisnya, saat terjadi kasus pengeboman ikan di zona inti pada Juni lalu, UPTD KKP3K KDPS disebut enggan menjadi saksi ahli dalam proses hukum terhadap dua nelayan Tanjung Batu yang menjadi tersangka.

“Ini menunjukkan lemahnya komitmen pengawasan. Padahal kawasan itu sudah berada di bawah kewenangan provinsi,” tambahnya.

Ia pun berharap pemerintah pusat tak tutup mata terhadap aspirasi dari daerah yang selama ini berada di garda depan perlindungan laut dan pesisir.

“UU 23 perlu dievaluasi. Jangan sampai semangat sentralisasi justru mematikan kedaulatan daerah dalam menjaga sumber daya kelautan dan masyarakatnya,” pungkasnya. (*)