TANJUNG REDEB – Produksi beras di Berau, Kaltim mengalami penurunan dari tahun ke tahun, faktor cuaca ekstrem, alih fungsi lahan hingga usia petani yang tak lagi produktif menjadi penyebab.
Data BPS Berau mencatat, produksi beras di Berau hanya mencapai 9.710,01 ton pada 2024. Angka ini turun dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai sebesar 11.923,56 ton.
Kemudian, pada tahun 2023 produksi beras di Berau juga mengalami penurunan dibandingkan dengan 2022.
Di mana, pada 2023, produksi beras di Berau mencapai 11.923,56 ton. Sedangkan pada tahun sebelumnya mencapai 12.294,14 ton.
Meski begitu, pada tahun 2021, produksi beras di Berau sempat mengalami kenaikan yakni sebesar 13.008,91 ton. Bahkan, pada tahun 2020, produksinya mampu mencapai hingga 13.513,55 ton.

Untuk diketahui, pada tahun 2024 lalu, Kepala DTPHP Berau, Junaidi, melalui bidang verifikasi data statistik, Ika Noorhandayani, menjelaskan bahwa produksi beras di Berau mengalami penurunan dari tahun ke tahun.
Hal ini disebabkan beberapa faktor, antara lain cuaca ekstrem, alih fungsi lahan, serta kurangnya regenerasi petani.
“Banyak tenaga kerja atau petani kita sekarang sudah lansia sehingga tidak bisa produktif lagi. Apalagi bantuan yang diberikan pemerintah semakin berkurang,” ucapnya kepada Berauterkini.co.id
Produksi Padi Juga Menurun
Produksi beras yang menurun berasal dari penurunan produksi padi, menurut Ika Noorhandayani, produksi padi sepanjang tahun 2012 di Berau mencapai 35.381 ton, kemudian meningkat pada tahun 2013 menjadi 44.776 ton.
Namun, setahun kemudian, pada tahun 2014, mengalami penurunan menjadi 43.772 ton. Penurunan ini berlanjut di tahun-tahun berikutnya, yakni pada 2015 sebanyak 37.440 ton, 2016 sebanyak 32.436 ton, dan 2017 sebanyak 32.176 ton.
“Sumber data ini dari Badan Pusat Statistik (BPS) Tanjung Redeb,” jelasnya.
Ika Noorhandayani menjelaskan, sejauh ini di Berau terdapat dua jenis komoditas padi yang diproduksi oleh para petani, yaitu padi sawah dan padi ladang atau gunung. Padi sawah biasanya banyak dijumpai di wilayah pesisir Berau, sedangkan padi gunung banyak ditanam di wilayah hulu Berau.
Dari catatan yang ada, produksi padi sawah di Berau sempat mengalami kenaikan, dimulai dari tahun 2012 yang mencapai 16.836 ton dan meningkat pada tahun 2013 mencapai 24.089 ton.
Namun, kenaikan itu hanya bertahan satu tahun, sebab pada 2014, produksi padi sawah merosot menjadi 22.112 ton. Kondisi ini terus berlanjut hingga tahun 2015 menjadi 20.928 ton, 2016 sebanyak 19.235 ton, dan 2017 hanya 19.432 ton.

Kondisi ini masih berlanjut hingga tahun 2018 yang hanya mencapai 18.117 ton, lalu 2019 sebanyak 11.662 ton, 2020 sebanyak 9.804 ton, dan pada 2021 mengalami peningkatan menjadi 13.542 ton.
Namun, peningkatan itu tidak bertahan lama, pada 2022 produksi padi sawah kembali merosot menjadi 13.118 ton, dan puncaknya pada tahun 2023 hanya mencapai 8.837 ton per tahun.
“Produksi padi sawah memang produktivitasnya terus mengalami kemerosotan,” terangnya.
Penurunan produksi juga dialami oleh padi ladang atau padi gunung. Dari catatan BPS, tahun 2012 produksi padi gunung dalam satu tahun sebanyak 18.545 ton, lalu meningkat pada tahun 2013 menjadi 20.687 ton.
Peningkatan itu terus terjadi hingga tahun 2014 yang mencapai 21.660 ton.
Hanya dua tahun bertahan, pada tahun 2015 produksinya kembali merosot menjadi 16.512 ton, berlanjut di tahun 2016 hanya 13.201 ton, 2017 sebanyak 12.747 ton, dan 2018 sebanyak 10.754 ton, sebelum kembali meningkat dua kali lipat pada tahun 2019 dengan total produksi mencapai 25.625 ton.
Saat pandemi menghantam pada tahun 2020, produksi padi gunung kembali menurun menjadi 19.400 ton, namun kembali meningkat di tahun 2021 menjadi 24.049 ton. Lalu pada 2022, produksi kembali mengalami penurunan menjadi 21.339 ton, dan terparah pada 2023, produksinya merosot dua kali lipat hanya mencapai 8.911 ton.
“Produktivitas padi ladang lebih banyak berada di Kecamatan Gunung Tabur, Kelay, dan Sambaliung,” tandasnya.