TANJUNG REDEB – Digitalisasi perpustakaan jadi upaya untuk meningkatkan minat baca anak muda seperti Gen Z.

Modernisasi layanan perpustakaan menjadi salah satu strategi Dispusip Berau untuk merespons menurunnya minat baca, khususnya di kalangan generasi muda.

Di tengah era digital yang kian berkembang, institusi ini memilih pendekatan teknologi sebagai jalan masuk untuk menghidupkan kembali semangat literasi.

Kepala Dispusip Berau, Yudha Budi Santosa, menyadari bahwa generasi milenial dan Gen Z saat ini tidak lagi tertarik mengunjungi perpustakaan dalam format konvensional. Buku fisik, rak kayu, dan suasana hening, yang dulunya menjadi citra khas perpustakaan tak lagi relevan di mata sebagian besar anak muda masa kini.

“Kalau ingin menarik perhatian mereka, kita tidak bisa lagi pakai cara-cara lama,” ujarnya.

Menurut Yudha, digitalisasi menjadi keharusan, bukan pilihan. Ia menilai, generasi muda memiliki keunggulan dalam penguasaan teknologi dan hal tersebut perlu dimanfaatkan untuk membangun kembali budaya baca.

Di tengah perubahan zaman, ia tetap meyakini bahwa buku, baik dalam bentuk fisik maupun digital, masih merupakan medium penting untuk kemajuan masyarakat.

Dispusip fokus tingkatkan kualitas perpustakaan di Berau dengan fokus pada akreditasi.
Dispusip fokus tingkatkan kualitas perpustakaan di Berau dengan fokus pada akreditasi.

“Buku adalah jendela dunia. Tapi jendela itu tidak bisa dibuka tanpa kunci, dan kuncinya adalah membaca,” ujarnya menegaskan.

Langkah digitalisasi tersebut tidak hanya berhenti pada penyediaan koleksi buku elektronik. Dispusip Berau juga mengembangkan berbagai program berbasis teknologi, yang dikemas secara interaktif dan edukatif.

Inovasi itu, kata Yudha, diharapkan bisa mengubah persepsi masyarakat terhadap perpustakaan sebagai ruang yang kaku dan membosankan.

Transformasi layanan perpustakaan juga turut dikawal oleh Pustakawan Ahli Muda Dispusip Berau, Titia Rani Tyas Dita. Ia menjelaskan bahwa fasilitas digital seperti akses komputer umum, koleksi e-book, serta layanan perpustakaan keliling telah dihadirkan untuk memperluas jangkauan.

“Fasilitas ini terbuka untuk semua. Siapa pun bisa mengaksesnya, bahkan tanpa harus menjadi anggota,” kata Titia.

Dia menambahkan bahwa masyarakat tetap bisa menikmati ruang baca dan area rekreasi edukatif secara cuma-cuma. Namun, mereka yang terdaftar sebagai anggota akan mendapat keuntungan tambahan, seperti hak meminjam buku untuk dibawa pulang dalam waktu tertentu.

Titia berharap upaya ini menjadikan perpustakaan bukan hanya sebagai tempat membaca, tetapi juga ruang yang inklusif, nyaman, dan relevan dengan kebutuhan masyarakat saat ini.

“Kami ingin perpustakaan bisa menjadi tempat belajar sekaligus bersantai. Tempat di mana orang bisa menikmati ilmu pengetahuan tanpa tekanan,” tuturnya. (adv)