Foto: Kondisi abrasi pantai Derawan yang kian menyusut akibat abrasi.
TANJUNG REDEB – Keindahan Pulau Derawan kini kian terancam, hal itu sejalan dengan kondisi abrasi di Pulau Derawan semakin parah. Bahkan, dalam kurun waktu 20 tahun sudah 5 hektare wilayah Derawan hilang tergerus abrasi.
Kendati demikian, Pemkab Berau tidak bisa berbuat banyak. Hal itu karena menjadi kewenangan pusat dan provinsi.
Dikatakan, Wakil Bupati Berau, Gamalis, pihaknya bersama pihak terkait telah berkoordinasi dengan Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Kaltim terkait penanganan abrasi di Pulau Derawan.
Nantinya, akan dibuat perencaanan untuk mengalihkan arus laut, semacam tanggul atau benteng agar abrasi tidak mengarah ke Pulau Derawan. Kemudian, pihak provinsi menyarankan berkoordinasi dengan Balai Wilayah Sungai (BWS) V Kaltara, untuk merealisasikan rencana tersebut.
“Dulu kami pernah buat rencana awal pada 2011 lalu dan itu belum sempat terealisasi karena beberapa hal,” katanya, Rabu (23/3/2022).
Dijelaskannya, ketika analisis dampak lingkungan (AMDAL) dipresentasikan juga mengundang beberapa pihak. Seperti Lembaga Sosial Masyarakat atau kelompok pecinta lingkungan.
Mereka menolak rencana AMDAL tersebut dengan alasan daerah tersebut merupakan tempat habitat penyu pada 2011 lalu. Rencana tersebut tertunda hingga hari ini. Sementara, abrasi terus berjalan.
“Insya Allah akan kami mulai lagi merencanakan. Ditelusuri lagi dari awal dari perencanaan lalu sampai realisasinya seperti apa,” jelasnya.
Yang dikhawatirkan, kata Dia, jika tidak segera diatasi perlahan pulau akan bergeser. Jika menang benar terjadi pergeseran, yang dikhawatirkan lagi apakah sumber air tawar di bawah Pulau Derawan juga ikut bergeser. Jangan sampai sumber air tawar tertinggal, dibawa air laut dan hilang.
“Ataukah ikut bergeser dengan pulau, itu belum tau,” ucapnya.
Untuk itu, pihaknya akan segera mendatangi BWS V Kaltara untuk mengejar pendanaan dari Anggaran Pendapatan Belanjanya Negara (APBN) 2022.
Supaya masuk ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional. Ditegaskan Gamalis, kajian akan dimulaiagi dari awal. Sebab, kajian yang terdahulu sudah tidak relevan lagi. Bahkan, wilayah Pulau Derawan sudah berkurang lima hektare.
“Sebenarnya kalau dibilang telat ya telat. Karena dulu ada perdebatan dengan beberapa pihak. Kalau tidak ditangani akan mengikir dataran terus, maka tidak bisa dibiarkan begitu,” pungkasnya.
Sementara itu, Asisten II Setkab Berau, Agus Wahyudi menambahkan, Pemkab Berau sudah tidak memiliki kewenangan untuk menangani laut. Saat regulasi belum berubah, kewenangan empat mil diberikan dari garis pantai. Saat ini bahkan satu mil pun tidak ada. Sedangkan, kewenangan provinsi dulu dari 4-12 mil.
“Sekarang kewenangan provinsi juga sudah tidak sampai 12 mil,” sebutnya.
Disebutkannya, Pulau Derawan berkurang lima hektare dalam kurun waktu 20 tahun lamanya. Dari 43 hektare kini menjadi 38 hektare saja. Padahal, wilayah yang tergerus termasuk aset yang berharga, karena area publik. Jika tidak ada area tersebut, Pulau Derawan akan habis dan tinggal wilayah padat saja.
Lanjutnya, karena saat itu rencana AMDAL ditolak sebab merusak lingkungan, maka dicarilah alternatif lain untuk meminimalisir abrasi. Seperti, penanaman mangrove. Tapi, ternyata hal itu juga tidak menolong.
Mangrove yang ditanam langsung hilang. Maka dari itu, kini pihaknya akan memulai lagi dengan berkoordinasi dengan BWS V Kaltara.
“Karena AMDAL saat itu tidak sempat dikeluarkan. Maka akan kami rencanakan ulang. Jadi, kami serahkan apapun penanganannya ke BWS V Kaltara. Karena mereka yang lebih ahli,” tegasnya. (*)
Editor: Rengkuh