TANJUNG REDEB – Polemik pemutusan hubungan kerja (PHK) bagi eks karyawan PT Madhani Talatah Nusantara (MTN) Site Sambarata, temui titik terang.

Sikap pemerintah dan perusahaan dimusyawarahkan dalam agenda hearing atau dengar pendapat di Kantor DPRD Berau, pada Jumat (28/2/2025) siang kemarin.

Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Berau, Zulkifli Azhari, mengatakan setidaknya sebanyak 41 orang eks karyawan telah mendapatkan kejelasan stasus di perusahaan.

Sementara, 4 lainnya masih melakukan bipartit dengan perusahaan dengan menuntut dipekerjakan kembali atau mendapatkan pesangon.

“Sisa 4 eks karyawan yang nasibnya masih dibahas bipartit,” kata Zul-sapaan dia, saat dikonfirmasi awak media ini.

Ia melaporkan, dari 45 karyawan mendapatkan sikap yang berbeda-beda dari perusahaan. Ada yang dipekerjakan kembali sebanyak 15 orang, dan 26 orang lainnya telah menerima keputusan perusahaan dan membuat perjanjian bersama (PB) antara perusahaan dan eks karyawan.

“Mereka sudah menerima untuk di-PHK, itu ada sekitar 26 orang, mendapatkan pesangon dari perusahaan,” bebernya.

Zul mengatakan, bila mendengarkan pandangan dari setiap pihak, keempat orang tersebut sudah tak dapat lagi diandalkan oleh perusahaan. Disebut sudah tak memiliki kualifikasi yang sesuai dengan operasional perusahaan tambang.

Diketahui, PT MTN merupakan subkontraktor dari PT Berau Coal, yang  melakukan PHK terhadap 300-an karyawan pada akhir tahun lalu.

Oleh karenanya, dari pertemuan itu, masing-masing pihak sepakat untuk melakukan bipartit. Membahas status setiap pekerja yang telah diputuskan perusahaan untuk di-PHK.

Bila mentok, Disnkanakertrans Berau bakal menjadi mediator dalam mencari jalan keluar atas nasib naker tambang tersebut.

“Kami akan siap untuk melakukan mediasi,” sebutnya.

Diberitakan sebelumnya, Deputi Project Manager PT MTN, Bambang Muhammad Shafar, mengatakan bahwa evaluasi internal mengenai PHK masih berlangsung.

Bambang menegaskan bahwa PHK lebih diutamakan bagi pekerja dari luar daerah dibandingkan warga Berau.

“Kami harus menyesuaikan kebutuhan tenaga kerja di tahun 2025,” jelasnya.

Sebanyak 45 tenaga kerja lokal yang menjadi subjek pembahasan di hearing belum menandatangani surat PHK. Pengurangan tenaga kerja dilakukan karena kurangnya lokasi kerja dari mitra kerja.

“Karena lokasi berkurang, kami jadi kelebihan karyawan. Ini harus disesuaikan,” tambahnya. (*)