TANJUNG REDEB – Harga minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) rerata periode per 10 November masuk dalam harga tertinggi. Penetapan harga sudah disesuaikan dan diatur dalam rapat penetapan harga. Penetapan harga dilakukan untuk menyeimbangkan antara profit investor dan juga masyarakat pelaku usaha perkebunan.
Data yang Dinas Perkebunan Berau, Oktober hingga 10 November 2021, harga sawit mencapai Rp 12.268 per kilogram. Sebelumnya pada September 2021 yakni hanya mencapai Rp 11.436 per kg.
Kasi Pengelolaan Pasca Panen dan Pemasaran, Dinas Perkebunan Berau, Sopian Rodi menjelaskan harga tersebut sudah diatur dalam rapat penetapan harga pembelian tandan buah segar (TBS) kelapa sawit produksi perkebunan yang bermitra.
“Harganya memang menunjukkan paling tertinggi, mengikuti dengan harga TBS yang juga melonjak, biasanya rerata CPO bisa berada di bawah Rp 10.000 per kg,” bebernya, Rabu (10/11/2021).
Ia juga menjelaskan, bahwa pengaturan harga berdasarkan kesepakatan 12 perusahaan pada sektor perkebunan sawit yang menghasilkan CPO di Kabupaten Berau. Meskipun, harga sebenarnya hanya menjadi acuan. Bisa saja perusahaan dapat menjual hasil CPO jauh lebih tinggi, sesuai dengan baku mutu dan kondisi pasar.
Apalagi, diakui bahwa bahan baku CPO saat ini sangat diperlukan dan permintaan cenderung meningkat. Mengingat beberapa harga produksi dari turunan CPO juga ikut meningkat, seperti minyak goreng.
“Harga ini tergantung harga operasional mereka juga, dan mutunya. Bisa berbeda, sesuai pertimbangan perusahaan. Tapi kami menghimbau agar sesuai dengan harga yang disesuaikan dengan pemerintah,” tegasnya.
Sopian melanjutkan, Dinas Perkebunan mendorong agar terdapat industri hilirisasi, untuk memperkuat nilai tambah produk mentah. Walaupun wacana besar tersebut bukan sesuatu yang mudah.
“Kami mendorong agar ada industri untuk pengolahan CPO langsung, supaya tidak dikirim keluar, dan menguntungkan Kabupaten Berau, misalkan nanti dibuat industrinya di Mangkajang, tapi belum tau nanti kedepannya seperti apa, itu harapan kami,” tutupnya. (*)
Editor: RJ Palupi