Foto: Salah satu peristiwa kebakaran di Berau.

TANJUNG REDEB – Fenomena kebakaran di tengah pemukiman penduduk di Berau yang terjadi tiga kali secara beruntun sepekan belakangan ini mencuri perhatian tim Badan Penanggulangan Bencana Daerah alias BPBD Berau.

Menukil data yang dihimpun Berau Terkini, pada Sabtu (4/11/2023) kemarin api melalap satu bangunan warga, di Jalan Gatot Subroto, Bedungun.

Kemudian, kejadian kebakaran di Teluk Bayur, pada Kamis (2/11/2023) yang melalap satu bangunan toko dan mobil. Ketiga, api juga melalap dua bangunan kontrakan, di Jalan Gunung Panjang, pada awal pekan lalu.

Melihat tiga peristiwa tersebut, Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Berau, Nofian Hidayat menyatakan. Menurutnya, peristiwa beruntun yang terjadi diakibatkan minimnya pemahaman kebencanaan oleh warga.

Kiasan ‘lebih baik mencegah daripada harus mengobati’ menjadi gambaran dimana warga dapat dengan sadar untuk tidak menggunakan aliran listrik yang berpotensi korsleting.

Kemudian, dengan tertib melakukan pengecekan berkala terhadap regulator kompor gas yang kerap diabaikan, padahal alami kebocoran.

“Nah itu kondisi yang kerap ditemui jadi titik awal munculnya api,” kata Nofian kepada Berau Terkini, pada Minggu (5/11/2023).

Selain itu, masalah yang kerap ditemui ialah tidak adanya Alat Pemadam Api Ringan alias APAR di bangunan pelayanan umum. Padahal, APAR dapat digunakan sebagai tindakan dini dalam menangani peristiwa kebakaran.

Sehingga penting bagi pemerintah, dalam memastikan penanganan kebencanaan menjadi prioritas dalam setiap agenda perencanaan penggunaan anggaran pemerintah.

“Seharusnya sudah jadi barang wajib yang ada di setiap bangunan tersebut. Dalam kemarau seperti ini, api akan cepat menyebar bila tidak segera ditangani,” ucap dia.

Terakhir, dalam mitigasi kebencanaan ialah ketersediaan hidran yang menjadi komponen penting dalam pemadaman oleh tim pemadam kebakaran.

Namun, hidran yang dimaksud Nofian, ialah sumber air yang tersedia dengan pompa induk milik perusahaan air minum daerah alias Perumda.

Sebab, bila hidran dengan pompa mendiri yang mengandalkan air dari sungai, dikhawatirkan akan menyedot lumpur dan berujung pada penyumbatan aliran air.

“Nah jadi tidak bisa kalau pakai pompa mandiri. Harus ikut sama punya PDAM,” ucap dia.

Nofian mengaku, bila usulan pengadaan hidran di kawasan perkotaan telah ia suarakan sejak 2019 lalu. Kala bencana Covid-19 belum ada.

Namun hanya saja, usulan tersebut tidak pernah diindahkan. Justru infrastruktur yang memang masih jadi perhatian serius pemerintah daerah.

Kendati demikian, dirinya mengilhami kondisi tersebut lantaran pemerintah tengah gencar mengejar proses pembangunan.

Dia, hanya dapat berpesan agar pemerintah kembali melirik serius mitigasi kebencanaan di Berau. Sebab, bencana tersebut tidak dalam jadwal lantaran sifatnya yang darurat.

“Ini situasi darurat, jadi penting diperhatikan juga,” pinta dia.

Dia menerangkan, bila sebenarnya Berau telah dikucur anggaran yang cukup melalui Pemprov Kaltim untuk pengadaan alat hidran. Namun, dikhususkan di kawasan pinggiran kota. Seperti Sambaliung, Teluk Bayur dan Gunung Tabur.

Sementara, kawasan perkotaan di Tanjung Redeb, harus diupayakan secara mandiri oleh Pemkab Berau. Sebab, bila harus berkelahi dengan waktu. Keberadaan hidran sangat membantu dalam meminimalisir dampak dari peristiwa kebakaran.

“Nah pembangunan hidran di kawasan pinggiran kota itu bisa jadi rujukan, karena sudah sesuai dengan perencanaan instalasi hidran BPBD,” ujar dia. (*)

Reporter: Sulaiman